Total Tayangan Halaman

Jumat, 29 April 2011

Lirik Lagu Letto "sejenak"

Letto Sejenak
sebelum waktumu terasa terburu
sebelum lelahmu menutup mata
adakah langkahmu terisi ambisi
apakah kalbumu terasa sunyi
*courtesy of LirikLaguIndonesia.net
reff:
luangkanlah sejenak detik dalam hidupmu
berikanlah rindumu pada denting waktu
luangkanlah sejenak detik dalam sibukmu
dan lihatlah warna kemesraan dan cinta
sebelum hidupmu terhalang nafasmu
sesudah nafsumu tak terbelenggu
indahnya membisu tandai yang berlalu
bahasa tubuhmu mengartikan rindu
repeat reff
yang tlah semu.. yang tak semu..

Selasa, 26 April 2011

SOSIALISASI

Nama : Abdul Rosyid
Nim : 2104023
MK : Sosiologi

SOSIALISASI

A. Pengertian Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses belajar yang dilakukan oleh seseorang (individu) untuk berbuat atau bertingkah laku berdasarkan patokan yang terdapat dan diakui dalam masyarakat. Menurut pendapat Soejono Dirdjosisworo, bahwa sosialisasi mengandung tiga pengertian, yaitu:
1. Proses sosialisasi adalah proses belajar, yaitu suatu proses akomodasi dengan mana individu menahan, mengubah impulsimplus dalam dirinya dan mengambil alih secara hidup atau kebudayaan masyarakat.
2. Dalam proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola nilai dan tingkah laku, dan ukuran kepatuhan tingkah laku di dalam masyarakat dimana ia hidup.
3. Semua sifat dan kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun dan dikembangkan sebagai suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya.
Hasan Sadily mendefinisikan sosialisasi sebagai suatu proses dimana seseorang mulai menerima dan menyesuaikan diri kepada adat istiadat suatu golongan, dimana lambat laun ia akan merasa sebagian dari golongan itu.
Edwar A. Ross berpendapat bahwa sosialisasi adalah pertumbuhan perasaan kita, dan perasaan ini akan menimbulkan tindakan golongan. Dikatakan, banyak macam perasan ini ditimbulkan, dan tipis tebalnya perasaan ini, bergantung pada macam golongan yang mendatangkan golongan itu.
Disamping proses sosialisasi juga terjadi proses enkulturasi, atau proses pembudayaan, yaitu proses pembelajaran kebudayaan sendiri dengan cara mempelajari adat istiadat, bahas, seni, agama, pendirian yang hidup dalam lingkungan kebudayaan masyarakat.
Proses-proses sosialisasi dan enkulturasi ini berlangsung dari generasi tua kepada generasi muda melalui tahapan-tahapan tertentu. Misalnya, seorang anak mempelajari kehidupan dimulai dari kehidupan keluarganya, kemudian meluas ke tetangga, teman sebaya, lingkungan sekolah, lingkungan kerja dan sebagainya sehingga diperoleh suatu status dalam pergaulan hidup bersama.
B. Pembentukan Kepribadian Melalui Proses Sosialisasi
Kepribadian dapat didefinisikan sebagai ciri watak seorang individu yang konsisten, yang memberikan kepadanya suatu identitas sebagai individu yang mandiri. Dasar pokok dari perilaku seseorang adalah faktor biologis dan psikologisnya. Faktor biologis dapat mempengaruhi pembentukan kepribadian secara langsung, misalnya seorang yang mempunyai cacat fisik dapat mempunyai sifat rendah diri. Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi pembentukan kepribadian adalah unsur temperamen, perasaan, keinginan, kemampuan belajar dan sebagainya. Dengan ditunjang oleh faktor sosiologis, yaitu sikap dan berperilaku yang sesuai dengan perilaku kelompoknya, maka terbentuklah kepribadian individu.
Pembentukan kepribadian seorang individu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat tempat individu menjadi anggotanya. Adapun bagian kebudayaan yang secara langsung mempengaruhi kepribadian seorang individu pada umumnya antara lain :
1. Kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan
2. Cara hidup dalam lingkungan masyarakat yang khas, misalnya kebiasaan hidup di kota dan di desa.
3. Kebudayaan khusus berdasarkan kelas sosial yang dapat dilihat dari beberapa cara berpakaian, cara mengisi waktu senggang, etika pergaulan dan sebagainya.
4. Kebudayaan khusus atas dasar agama.
5. Pekerjaan atau keahlian (profesi)
Pembentukan kepribadian sangat dipengaruhi tiga unsur penting sebagai berikut :
1. Pengetahuan, unsur ini berupa kemampuan yang dapat membentuk konsep dan fantasi untuk mengembankan cita-cita, gagasan, ilmu pengetahuan dan karya seni.
2. Perasaan manusia, unsur ini dinilai sebagai keadaan positif (menyenangkan) dan negatif (tidak menyenangkan) karena pengaruh pengetahuan.
3. Dorongan naluri, unsur ini berupa kemauan yang sudah terkandung dalam organismenya dan merupakan bawaan lahir seperti: dorongan untuk mempertahankan hidup, mencari makan, meniru sesamanya, keindahan, berbakti kepada tuhan dan lain-lain.
C. Jenis Media Sosialisasi Dan Perannya Masing-Masing
1. Media Sosialisasi Keluarga
Pada umumnya orang tua mencurahkan perhatian untuk mendidik anak agar anak tersebut memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang benar dan baik, melalui penamaan disiplin dan kebebasan serta penyerasian. Kebijaksanaan orang tua yang paling baik dalam proses sosialisasi anak-anak, yaitu:
a. Selalu dekat dengan anaknya.
b. Memberikan pengawasan dan pengendalian yang wajar, sehingga jiwa anak tidak merasa tertekan jiwa.
c. Mendorong agar anak dapat membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk, pantas dan tidak, dan sebagainya.
d. Ibu dan ayah dapat membawakan peran sebagai orang tua yang baik, benar dan terpuji, serta menghindarkan perbuatan dan perlakuan buruk serta keliru untuk anak-anaknya.
e. Menasehati anak-anaknya jika melakukan kesalahan atau keliru serta menunjukkan dan mengarahkan mereka ke jalan yang benar, juga tidak mudah menjatuhkan hukuman apalagi diluar batas kewajaran.
Apabila terjadi suatu kondisi yang berlainan dengan hal diatas, maka anak-anak akan mengalami kekecewaan. Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
a. Orang tua kurang memperhatikan anak-anaknya, terlalu sibuk dengan kepentingan-kepentingannya sehingga anak merasa diabaikan, hubungan anak dengan orang tua menjadi jauh, padahal anak sangat memerlukan kasih sayang mereka.
b. Orang tua terlalu memaksakan kehendak dan gagasannya kepada anak dengan ancaman dan sangsi yang dirasakan anak cukup berat. Sehingga anak menjadi tertekan jiwanya.
Dalam lingkungan keluarga kita mengenal dua macam pola sosialisasi, yaitu dengan cara represi yang mengutamakan ketaatan anak kepada orang tua dan cara partisipasi yang mengutamakan adanya partisipasi oleh anak.
2. Media Sosialisasi Teman Sepermainan (Kelompok)
Teman sepermainan dan peranannya belum begitu tampak pengaruhnya pada masa kanak-kanak, walaupun pada masa itu seorang anak sudah mempunyai sahabat yang terasa dekat sekali dengannya. Pada usia remaja kelompok sepermainan itu berkembang menjadi kelompok persahabatan yang lebih luas. Perkembangan itu antara lain disebabkan karena remaja bertambah luas ruang lingkup pergaulannya, baik di sekolah maupun diluar sekolah. Teman dan persahabatan merupakan pengelompokan sosial yang melibatkan orang-orang yang berhubungan relatif akrab satu sama lain atas dasar seringnya bertemu dan adanya kesamaan niat atau perhatian dan kepentingan bukan atas dasar hubungan darah atau ketetanggaan dan bukan pula atas dasar percintaan.
Peranan positif kelompok persahabatan bagi perkembangan kepribadian anak antara lain:
a. Rasa aman dan dianggap penting dalam kelompok sangat berguna bagi perkembangan jiwa.
b. Perkembangan kemandirian remaja tumbuh dengan baik dalam kelompok persahabatan.
c. Remaja mendapat tempat yang baik bagi penyaluran rasa kecewa, takut, kawatir, gembira, dan sebagainya yang mungkin tidak didapatkan di rumah.
d. Melalui interaksi dalam kelompok, remaja dapat mengembangkan ketrampilan sosial, yang berguna bagi kehidupannya kelak.
e. Pada umumnya kelompok persahabatan ini mempunyai pola perilaku dan kaidah-kaidah tertentu yang mendorong remaja untuk bersikap lebih dewasa.
Namun dibalik peranan yang positif itu harus dipertimbangkan pula bahwa kemungkinan timbulnya peranan yang negatif tetap ada, misalnya melalui kelompok persahabatan yang dinamakan geng atau klik. Geng adalah kelompok sosial yang mempunyai kegemaran berkelahi atau membuat keributan. Klik adalah kelompok kecil tanpa struktur formal yang mempunyai pandangan atau kepentingan bersama.
3. Media Sosialisasi Sekolah
Pada pendidikan tingkat dasar, peran guru sangat besar dan bahkan dominan untuk mempengaruhi dan membentuk pola perilaku anak didik. Peran guru dalam memberi motivasi dan mendorong keberhasilan studi anak sangat besar. Hal ini akan berpengaruh pada tahap pendidikan selanjutnya.
Keadaan akan berubah setelah anak memasuki usia remaja di SMU maupun SMK. Peran guru dalam membentuk dan mengubah perilaku anak didik, dibatasi dengan peran anak didik itu sendiri di dalam membentuk dan mengubah perilakunya.
Fungsi pendidikan sekolah sebagai media sosialisasi sangat banyak, antara lain : mengembangkan potensi anak untuk mengenal kemampuan dan bakatnya, melestarikan kebudayaan dengan cara mewariskannya dari generasi yang satu ke generasi selanjutnya, merangsang partisipasi demokratis melalui pengajaran ketrampilan berbicara dan mengembangkan kemampuan berfikir secara rasional dan bebas, memperkaya kehidupan dengan menciptakan kemungkinan untuk berkembangnya cakrawala intelektual dan cita rasa keindahan para siswa. Disamping itu juga meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri melalui bimbingan dan penyuluhan, meningkatkan taraf kesehatan melalui pendidikan olah raga dan kesehatan, menciptakan warga negara yang cita tanah air, menunjang integrasi antar suku dan budaya, mengadakan hiburan umum ( pertandingan olah raga, pertunjukan kesenian) dan yang paling penting adalah pembentukan kepribadian.
4. Media Sosialisasi Lingkungan Kerja
Pengaruh dari lingkungan kerja pada umumnya mengendap dalam diri seseorang dan sukar sekali untuk diubah, apalagi yang bersangkutan lama bekerja di lingkungan tersebut. Apabila seseorang lama bekerja di lingkungan kerja tertentu kemudian pindah ke lingkungan kerja lain, maka dia akan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan kerja baru tersebut.
Lingkungan kerja tertentu seringkali menimbulkan konflik batin, yakni mana yang harus diutamakan antara nilai kedinasan dengan nilai karir yang tidak selalu identik. Kecenderungan dewasa ini adalah bahwa kedinasanlah yang menentukan jenjang karir seseorang. Sehingga kepentingan dinas mendapat prioritas pertama. Tugas tersebut sering mengurangi peran orang tua dalam rangka pendidikan anak. Apabila suami istri bekerja di tempat yang pola kehidupannya bertentangan, akan membentuk kepribadian mereka yang bertentangan pula. Hal tersebut akan berpengaruh buruk terhadap pola pendidikan anak-anaknya. Anak-anak akan menjadi kebingungan, pola pendidikan mana yang harus diikutinya. Pola ayah atau pola ibu. Dalam kasus serupa itu suami dan isteri selaku orang tua yang bijaksana, hendaknya mengadakan penyesuaian demi keserasian pola pendidikan terhadap anak mereka.

TAFSIR MUQARAN

TAFSIR MUQARAN


I. PENDAHULUAN
Nabi Muhammad bukan hanya bertugas menyampaikan al-Qur’an melainkan sekaligus menjelaskannya kepada umat sebagaimana ditegaskan di dalam surat an-nahl ayat 44
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ (النحل : 44)
Artinya :"Dan kami turunkan kepadamu al dikr agar kamu menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka."
Kecuali dari penafsiran nabi SAW. Ayat-ayat tertentu juga berfungsi menafsirakan ayat yang lain. Ada yang langsung ditunjuk oleh nabi bahwa ayat tersebut ditafsirkan oleh ayat lain (tafsir bil ma’tsur) dan ada pula yang ditunjuk oleh ulama berdasarkan ijtihad (tafsir bil ra’yi)
Dengan berkembangnya zaman, maka berkembang pula lah metode-metode yang digunakan oleh para mufasir dalam menafsirkan al-Qur’an, sehingga tidak bisa dihindari adanya perbedaan-perbedaan dikalangan mufasir dalam menafsiri suatu ayat yang sama.
II. PERMASALAHAN
Dalam makalah ini kami akan mencoba membahas tentang tafsir muqaran dan hal-hal yang berkaitan dengannya, yaitu antara lain:
A. Pengertian tafsir muqaran
B. Metode tafsir muqaran
C. Contoh tafsir muqaran
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian tafsir muqaran
Metode tafsir muqaran yaitu metode yang ditempuh seorang mufasir dengan cara mengambil sejumlah ayat al-Qur’an, kemudian mengemukakan penafsiran para mufasir terhadap ayat-ayat itu, dan mengungkapkan pendapat mereka serta membandingkan segi-segi kecenderungan masing-masing yang berbeda dalam menafsirkan al-Qur’an. melalui cara ini mufasir mengetahui posisi dan kecenderungan para mufasir yang sebelumnya yang dimaksud dalam obyek kajian.
Menurut Al Farmawi tafsir muqaran ialah menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan apa yang telah ditulis oleh sejumlah mufasir.
B. Metode tafsir muqaran
Dari berbagai literatur dapat dirangkum bahwa uang dimaksud metode komperatif ialah:
1. Mengidentifikasi dan menghimpun ayat-ayat beredaksi mirip dalam al-qur’an, sehingga diketahui mana yang mirip dan mana yang tidak.
2. Membandingkan ayat-ayat yang beredaksi mirip itu, yang membicarakan satu kasus yang sama, atau dua kasus yang berbeda dalam satu redaksi yang sama.
3. Menganalisa perbedaan yang terkandung di dalam berbagai redaksi yang mirip, baik perbedaan tersebut mengenai konotasi ayat, maupun redaksinya sepertinya berbeda dalam menggunakan kata dan penempatannya dalam satu ayat.
4. Membandingkan pendapat para mufassir tentang ayat yang menjadi bahasan.
1) Mengidentifikasi dan menghimpun ayat-ayat beredaksi mirip
Langkah pertama yang harus diterapkan oleh mufasir dalam proses menafsirkan ayat-ayat yang beredaksi mirip ialah melakukan identifikasi terhadap ayat-ayat al-qur’an yang berjumlah lebih dari 6000 ayat yang berkategori mirip dan mana pula yang bukan. Pengidentifikasian ini diperlukan supaya jelas kata-kata yang akan di kaji dan tampak permasalahannya.
Cara memilah ayat-ayat tersebut ialah dengan menelusuri al-qur’an ayat demi ayat dari awal sampai akhir. Lalu bila ditemukan suatu ayat yang dianggap mempunyai kemiripan dengan ayat lain, maka ayat itu dicatat di dalam sebuah tabel yang sudah disediakan. Selanjutnya redaksi ayat-ayat yang mempunyai kemiripan itu dipilah lagi untuk menentukan jenis kemiripan yang terkandung di dalamnya, apakah ada kemiripan lafal atau makna.
Untuk melakukan kategorisasi terhadap redaksi-redaksi tang mirip itu didasarkan pada terhadap kriteria-kriteria berikut :
• Suatu redaksi baru dapat dianggap mirip dengan redaksi yang lain jika keduanya membicarakan satu kasus yang sama dengan memakai susunan kata, kalimat, dan tata bahasa yang sama.
• Redaksi sama membicarakan dua kasus yang berlainan.
• Redaksi persis sama diulang satu kali atau lebih, namun pengulangan itu mengandung maksud tertentu yang tak ada pada redaksi serupa yang terletak sebelumnya .
2) Perbandingan redaksi yang mirip
Memperbandingkan redaksi yang mirip ialah meneliti redaksi-redaksi yang serupa dari ayat-ayat al-qur’an untuk mengetahui persamaan dan perbedaannya.
Untuk membuat perbandingan diantar redaksi-redaksi yang mirip itu, paling tidak ada dua pendekatan yang perlu digunakan oleh mufasir yaitu :
• Pendekatan linguistik
Linguistik yang dimaksud disini ialah linguistik bahasa arab. Mufasir harus menggunakan pendekatan linguistik ini karena al-qur’an diturunkan dalam bahasa arab. Karena itulah maka ilmu-ilmu bahasa arab perlu dikuasai dengan baik seperti nahwu, sharaf, balaghah dan lain-lain.
• Pendekatan ilmu qiraat
Pendekatan yang kedua ini ialah memperbandingkan redaksi yang mirip yaitu qiraat “ Perbedaan lafal-lafal wahyu dalam penulisan huruf atau cara pengucapannya seperti tipis, tebal, dan lain-lain”.
3) Analisa redaksi yang mirip
Tahap ini merupakan lanjutan dari apa yang sudah diperbandingkan sebelumnya dalam tahap kedua. Atau boleh juga disebut, tahap ketiga ini dengan analisis perbandingan : artinya perbandingan-perbandingan yang telah dilakukan sebelumnya, disini di analisis lebih mendalam dan detail, sedang dalam tahap perbandingan redaksi hanya sekedar mencari dan menunjukkan persamaan dan perbedaan diantara kedua redaksi yang mirip atau lebih.
Dengan dilakukan analisis terhadap redaksi yang mirip, maka mufasir dapat memahami sebab yang menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan ulama tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat yang beredaksi mirip.
4) Perbandingan pendapat para mufasir
Langkah terakhir dalam metode penafsiran ayat-ayat yang beredaksi mirip iti ialah meninjau pendapat mufasir berkenaan dengan penafsiran ayat-ayat tersebut. Penafsiran mereka dibandingkan dan di analisis secara rinci sehingga dapat diketahui aliran-aliran yang mereka anut, keahlian yang mereka miliki, dan sebagainya yang menyangkut dengan identitas mereka .
Untuk maksud ini mufasir muqarin perlu menelaah berbagai kitab tafsir baik yang klasik maupun yang ditulis belakangan guna mendapatkan informasi yang memadai berkenaan dengan penafsiran ayat-ayat yang sedang dibahasnya.
Dalam menelaah kitab-kitab tafsir itu, yang menjadi pusat perhatian adalah pola penafsiran yang diterapkan oleh pengarangnya apakah bertolak dari kaidah bahasa, ilmu qiraat, munasabat ayat, dan lain-lain. Jika jawabanya “ya” iu berarti mufasirnya cenderung pada hal-hal yang disebutkan itu, sekaligus kemungkinan besar dia seorang yang ahli dalam bidang-bidang tersebut. Setelah diketahui kecenderungannya, lalu diperhatikan pula aliran-aliran yang dianutnya dalam bidang bahasa dan dalam bidang qiraat.
Dengan menganalisis berbagai penafsiran ulama, maka mufasir muqarin akan memperoleh gambaran yang luas sekali mengenai penafsiran satu ayat. Dengan demikian, ia tidak apriori menerima atau menolak suatu tafsir. Cara berfikir serupa ini akan menumbuhkan sikap hati-hati dalam dirinya ketika menafsirkan ayat-ayat al-qur’an .
C. Contoh tafsir muqaran
1. Menghimpun redaksi yang mirip

وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلاَدَكُم مِّنْ إمْلاَقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْْ......(الانعام : 151)
وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُم (الاسراء : 31)

2. Perbandingan redaksi yang mirip
Jika diperbandingkan kedua redaksi ayat diatas, maka di dalam kemiripannya, terdapat sedikit perbedaan. Kalau pada ayat pertama termaktub kalimat من املاق Maka pada ayat kedua lafal من ditiadakan, dan sebagai gantinya, di tempat itu dicantumkan kata خشية sehingga kalimatnya menjadi خشية املاق perbedaan kedua terlihat pada penempatan kata ganti orang kedua كم dan kata ganti orang ketiga ايا هم pada ayat pertama كم terletak sebelum ايا هم sementara pada ayat kedua kebalikannya, yakni ايا كم terdapat sesudah . هم
3. Analisis redaksi yang mirip
Apabila diperhatikan dengan seksama terjadinya perbedaan letak kedua kata ganti itu, erat hubungannya dengan kalimat sebelumnya. Di dalam ayat sebelumnya, misalnya sebelum نرزقكم وايا هم terdapat kalimat من املاق yang menurut para mufasir memberikan indikasi bahwa kemelaratan telah terjadi yang membuat orang tua (ayah ibu) cemas atas keselamatan diri dan anak-anak mereka. Dari itulah Allah mendahulukan kata ganti كم yang ditujukan kepada orang tua, dari pada kata ganti yang ditujukan kepada anak-anak di dalam redaksi نرزقكم وايا هم dengan demikian mereka merasa diperhatikan lebih dari anak-anak mereka karena di dalam ayat itu Allah menyatakan dengan tegas : Kamilah yang akan memberi mereka rizki dan jug anak-anak mereka jadi yang menjadi titik perhatian di sini ialah mereka (orang tua) bukan anak-anak.
4. Perbandingan pendapat para mufasir
Berkenaan dengan penempatan kedua kata ganti itu, terdapat dua versi yang berbeda. Pertama menafsirkan langsung maksud yang terkandung di dalam ayat itu tanpa membicarakan perbedaan letak kedua kata ganti tersebut : hingga seakan-akan mereka yang menjadi pola ini mengabaikan begitu saja. Versi kedua mereka membahas perbedaan penempatan kedua kata ganti itu boleh disebut sepakat mengatakan bahwa penempatan كم sebelum ايا هم di dalam ayat pertama ialah karena yang menjadi titik perhatian di dalamnya adalah para orang tua : sebaliknya pada ayat kedua, kasus anak didahulukan. Itulah sebabnya di dalam ayat kedua itu didahulukan lafal هم dari pada ايا كم sebagaimana telah di jelaskan di dalam analisis redaksi di muka.
IV. KESIMPULAN
Metode tafsir muqaran yaitu metode yang ditempuh seorang mufasir dengan cara mengambil sejumlah ayat al-Qur’an, kemudian mengemukakan penafsiran para mufasir terhadap ayat-ayat itu, dan mengungkapkan pendapat mereka serta membandingkan segi-segi kecenderungan masing-masing yang berbeda dalam menafsirkan al-Qur’an. Menurut Al Farmawi tafsir muqaran ialah menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan apa yang telah ditulis oleh sejumlah mufasir.
Tafsir muqaran mempunya 4 metode, yaitu: Mengidentifikasi dan menghimpun ayat-ayat yang mirip, Perbandingan redaksi yang mirip, Analisis redaksi yang mirip, Perbandingan pendapat para mufasir.
V. PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami susun kami sadar dalam pembuatan makalah ini pasti ada kekurangannya. Untuk itu saran dan kritik selalu kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.





DAFTAR PUSTAKA
Dr. Abdul Mu’in, Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta; 2005
Dr. Abd. Al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’iy, Raja grafindo Persada, Jakarta:a1996
Nasrudin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Pustaka Pelajar, Yogyakarta; 2002
Dr. Said Agil Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Press, Jakarta; 2005

TAFSIR SHALAT QOSOR DAN KHAUF

TAFSIR SHALAT QOSOR DAN KHAUF

I. PENDAHULUAN
Al-Qur'an merupakan pedoman hidup umat Islam, yang diturunkan oleh Allah kepada Muhammad melalui wahyu yang dibawa Malaikat Jibril, dan memahami kandungan al-Qur'an sangatlah urgen, yang harus dikaji oleh intelektual muslim pada khususnya dan seluruh orang Islam pada umunya.
Oleh karena itu, kaitanya dengan pemahaman kandungan al-Qur'an para mufassirin, dengan segenap kemampuan serta berbagai persyaratan sebagai mufassir berusaha memberikan gambaran kandungan tersebut. Tentunya dengan berbagai metode yang digunakan sehingga banyak bermunculan tafsir-tafsir al-Qur'an seperti methode tafsir maudhui, tafsir bil ma’sur dll. Akan tetapi pada makalah ini kami akan mencoba memberikan pemahaman kandungan al-Qur'an yang berluang lingkup seputar masalah shalat qosor dan khauf. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan pada bagian berikutnya.

II. PEMBAHASAN
واذاضربتم فى الارض فليس عليكم جناح ان تقصروامن الصلوة ان خفتم ان يفتنكم الذين كفروا انالكفرين كانوا لكم عدوا مبينا 101 واذاكنتم فيهم فاقمت لهم الصلوة فلتكم طا ئفة منهم معك ولياء خذوااسلحتهم فاذاسجدوافليكونوامن ورائكم ولتاءت طا ئفةاخرىلم يصلوامعك ولياءخذواحذرهم واسلحتهم ودالذين كفروالوتغفلون عن اسلحتكم وامتعتكم فيميلون عليكم ميلة واحدة ولا جناح عليكم ان كان بكم اذىمن مطراوكنتم مرضىان تضعواا سلحتكم وخذواحذركم ان الله اعدللكفرين عذابامهينا 102 فاذاقضيتم الصلوة فاذكروا الله قياماوقعوداوعلى جنوبكم فاذا اطماءننتم فاقيموا الصلوة ان الصلوة كانت علىالمؤمنين كتباموقوتا 103


A Arti Mufrodat:
ضربتم فىالارض : Kalian bepergian di muka bumi, karena orang musyafir memukul tanah dengan kedua kakinya dan tongkatnya atau dengan kaki-kaki kendaraannya.
القصر : lawan
الطول: (panjang)
قصرت الثئ : berarti saya memendekkan sesuatu.
الجناح: kesempitan.diambil dari kata juniha al ba’ir yang berarti pecah tulang rusuknya karena berat bebannya.

يفتنكم: menyakiti kalian dengan membunuh atau lain sebagainya.
اقامة الصلاة : peringatan yang dengan itu orang dipanggil untuk memasuki shalat.الاءشلحة : kata jamak dari silah, setiap alat yang digunakan untuk berperang, seperti pedang, pisau, pistol, senapan dan lain-lain dari persenjataan modern. فضيتم الصلاة: kalian telah melaksanakan shalat.
فاقيمو الصلاة : lakukanlah shalat dengan menyempurnakan rukun dan syaratnya. كتابا موقوتا : suatu fardhu yang telah ditetapkan harus dilakukan dalam waktu-waktu tertentu (yang ditetapkan).

B Arti Global
101. Apabila kamu berjalan di bumi, maka tiada berdosa kamu memendekkan shalat, jika kamu takut akan disakiti oleh orang-orang kafir. Sunguh orang- orang kafir itu musuhmu yang nyata.
102. Apabila engkau (ya Muhammad) berada diantara mereka, lalu engkau hendak mendirikan shalat bersama mereka, maka hendaklah shalat satu golongan diantara mereka bersama engkau, dan hendaklah mereka memegang senjata apabila mereka sujud(shalat), hendaklah golongan yang lain (menjaga) dibelakang kamu. Kemudian hendaklah dating golongan yang lain yang belum shalat, lalu mereka sholat bersama engkau dan hendaklah mereka waspada, serta memegang senjatanya. Orang-orang yang kafir itu bercita-cita, supaya kamu lengah dari senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerangmu sekaligus. Tiada berdosa kamu meletakkan senjatamu, jika kamu dalam kesakitan, karena hujan atau kamu sakit. Tetapi waspadalah kamu sesungguhnya Allah menyediakan siksa kehinaan untuk orang-orang yang kafir itu.
103. Apabila kamu telah selesai mengerjakan shalat, hendaklah kamu ingat akan Allah waktu aman (tiada berperang lagi), maka dirikanlah shalat (sebaik-baiknya). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang mukmin.
C Asbabun Nuzul
Dikemukakan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ali. Ia berkata: pada suatu kaum dari Bani Najjar bertanya kepada Rasulullah SAW katanya “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami selalu bepergian (berniaga atau berdagang ), bagaimana shalat kami? Maka Allah menurunkan ayat “Waidza Dlarabtum Fil Ardhi Falaisa ‘Alaikum Junaahun An Taqsyuruu Min Ash Shalaati “.Yang memperbolehkan mengqhasar shalat ditengah perjalanan. Wahyu ini terputus sampai disini ketika ada peperangan yang terjadi sesudah ayat ini, Nabi mengerjakan shalat zhuhur. Maka berkatalah orang-orang musyrik :”Sungguh Muhammad dan shahabatnya memberi kemungkinan untuk menggempur dari belakang, ayo kalian perhebat dengan serangan kalian terhadap mereka !” lalu diantara mereka ada yang berkata “Ambil kesempatan lain saja, toh nanti mereka akan mengerjakan hal yang serupa ditempat yang sama.”maka Allah menurunkan ayat antara kedua waktu shalat itu ”Inkhiftum An Yaftinakum Mukadzi Nakafaru” sampai “Adzaaban Muhiinan” lalu diturunkan pula ayat shalat khauf.
Dikemukakan oleh Ahmad, al Hakim dan beliau telah mentashihkannya dan al Baihaki di dalam kitab al Dalail yang bersumber dari ibn ‘Iyasy Az-Zurqi Ibn ‘Iyasy, Az Zurzy berkata “ Kami (para sahabat) bersama Rasulullah SAW di Ashfar maka datanglah serbuan orang-orang musyrik, diantara mereka terdapat Khalid Bin Walid. Mereka berada diantara kami dan kiblat lalu Nabi SAW mengimami kami shalat dhuhur berkatalah mereka: “alangkah baiknya kita dapat membunuh pimpinannya dalam keadaan seperti ini?” yang lainnya berkata: sebentar lagi datang waktu shalat, dan mereka lebih menyukai shalat dari pada anak-anak dan jiwa mereka sendiri”.
Maka malaikat Jibril turun dengan membawa ayat ini “Waidzaa Kunta Fiihim Faaqamta Lahu Mushshalaata” pada waktu antara dzuhur dan ashar.
Diriwayatkan oleh At Tirmidzi yang bersumber dari Abi Hiurairah dan Ibn Jarir yang bersumber dari Tabii Bin Abdullah dan Ibn Abbas seperti hadits tersebut di atas.
Dikemukakan oleh Al Bukhari yang bersumber dari Ibn Abbas berkata: “Ayat ini inkaana bikum adzaa minmatharin aukuntum mardlaa diturunkan mengenai Abdurrahman Bin Auf yang menderita luka parah.
D Munasabah Ayat
ان الله اعدللكفرين عذابا مهسنا Azab yang menghinakan ini ialah kemenangan atas kaum mulimin atas mereka yang terjadi apabila kaum muslimin menjalankan apa yang diperintahkan Allah Ta’ala kepada mereka. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat At Taubah ayat 14:
قا تلوهم يعدبهم الله با يديكم ويخزهم وينصركم عليهم
“Perangilah mereka nniscaya Allah akan menyiksa mereka dengan perantaraan tangan-tangan kalian dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kalian terhadap mereka”
فاذا قضيتم الصلاة فاذكرالله قياماوقعود ا
“Mengingat Allah termasuk salah satu faktor yang meneguhkan hati, mengobarkan semangat membuat segala kepayahan dunia menjadi tidak ada”.
Artinya dengan segala kesulitan menjadi mudah serta memberikan ketabahan dan kesabaran yang akan disusl dengan keberuntungan dan kemenangan. Sesuai dengan firman Allah dalam surat al Anfal aat 45:
اذالقيتم فئة قاثبتوا وذكروالله كثيرا لعلكم تفلحون
“Apabila kalian memerangi pasukan musuh maka berteguh hatilah kalian dan sebutlah nama Allah sebanyak-banyaknya agar kalian berutung”.
Dari sini dapat difahami betapa kita sangat diperintahkan untuk berzikir kepadanya dalam keadaan apapun, sesuai dengan firmannya surat al Imran ayat 191:
الذين يذكرون الله قياماوقعوداوعلىجنو بهم
“Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri duduk atau dalam keadaan berbaring”.
E Tafsir Bil Ma’tsur
Kandungan Hukum Ayat
Ayat ini mengandung hukum bahwa diperbolehkannya mengqashar shalat ketika dalam perjalanan. Yang dalam hal ini terdapat perbedaan tentang perjalanan yang diperbolehkannya mengqashar shalat dan jarak yang harus ditempuh antar imam mujtahid yang dalam hal ini dijelaskan dalam kitab-kitab fiqh. Ayat ini juga mengandung hukum diperbolehkannya melaksanakan shalat khauf ketika dalam situasi perang.
Hikmah Ditetapkan Hukum
Diperbolehkannya mengqashar shalat dan melakukan shalat khauf ini menunjukan bahwa Allah SWT tidak ingin mempersulit hambanya dalam menjalankan perintah-perintah agama yang telah diturunkannya kepada nabi Muhammad SAW.

III. PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat. Kami sadar dalam hal pembuatan makalah ini pasti banyak kekurangannya, untuk itu saran dan kritik selalu kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Dan mudah-mudahan bermanfaat. Amiiiin




DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mushtafa al Maraghi, Terjemah Tafsir Al Maraghi, Jakarta; Taha Putra, 1992.
Al Imam Jalaludin A Syuyuti, Riwayat Turunnya Ayat-ayat Suci al-Qur'an, Surabaya: Mutuara Ilmu Ghaib, 1986

TEORI TERBENTUKNYA SEBUAH NEGARA

TEORI TERBENTUKNYA SEBUAH NEGARA


I. PENDAHULUAN
Secara umum negara merupakan suatu organisasi. Banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian negara. Ilmu yang mempelajari negara adalah ilmu negara dan ilmu tata negara. Terbentuknya suatu negara melalui proses yang panjang.
Terdapat teori-teori yang mempelajari terjadinya negara. Setiap negara mempunyai tujuan kelompok depan. Dalam ilmu tata negara dibahas tujuan negara secara garis besar, melalui teori-teori tentang tujuan negara yang dikemukakan oleh para ahli.
II. PERMASALAHAN
Dalam makalah ini saya akan mencoba membahas masalah yang berkaitan dengan negara yaitu:
A. Pengertian negara
B. Teori terbentuknya negara
C. Tujuan negara
D. Unsur-unsur negara
E. Bentuk-bentuk negara
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Negara
Secara literal istilah negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni state (bahasa Inggris), staat (bahasa Jerman dan Belanda) dan etat (bahasa Perancis). Kata staat ,state, etat itu diambil dari kata bahasa latin status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.
Kata status atau statum lazim diartikan sebagai standing atau station. Istilah ini dihubungkan dengan kedudukan persekutuan hidup manusia, yang juga sama dengan istilah status civitatis atau status republicne.
Secara terminologi negara diartikan dengan organisasi tertinggi diantara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup dalam daerah tertentu dan mempunyai daerah yang berdaulat.
Menurut Aristoteles bahwa sesungguhnya setiap negara itu merupakan persekutuan hidup atau lebih tepat lagi suatu persekutuan hidup politis yang dalam bahasa Yunani di sebut he koinonia politike artinya suatu persekutuan hidup yang berbentuk polis (negara kota).
Dalam buku yang berjudul “Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht” yang ditulis Prof.Mr.L.J.Ven Apeldorn menyebutkan bahwa:
1. Istilah negara bisa dipakai sebagai arti penguasa, untuk mengatakan orang atau orang-orang yang melakukan kekuasaan tertinggi atas persekutuan rakyat yang bertempat tinggal dalam suatu daerah.
2. Istilah negara diartikan dengan persekutuan rakyat, yakni untuk menyatakan suatu bangsa yang hidup dalam suatu daerah, di bawah kekuasaan tertinggi, menurut kaidah- kaidah hukum yang sama.
3. Negara mengandung arti wilayah tertentu. Dalam hal ini istilah negara dipakai untuk menyatakan suatu daerah di dalamnya diam suatu bangsa di bawah kekuasaan tertinggi.
4. Negara terdapat juga dalam arti ‘kas negara atau fiscus”, jadi untuk menyatakan harta yang dipegang oleh penguasa guna kepentingan umum, misalnya dalam istilah domein negara pendapatan negara daan lain-lain.
B. Teori Terbentuknya Negara
Terbentuknya suatu negara terdapat beberapa teori, antara lain:
1. Terjadinya negara secara primer
Terjadinya negara secara primer membahas bagaimana asal mula terjadinya negara di dunia. Menurut pandangan ini, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia selalu membutuhkan bantuan manusia yang lainnya. Atau dengan kata lain manusia harus berhubungan dengan manusia lain demi kelangsungan hidupnya. Pada awalnya hubungan itu dalam bentuk keluarga, lambat laun berkembang dalam bentuk kelompok-kelompok lebih besar, dipimpin oleh salah seorang dari mereka yang dianggap terkemuka. Terbentuknya kelompok-kelompok itu didasari oleh kesesuaian dan kesamaan, misalnya nasib, budaya, dan lain-lain.
2. Teori perjanjian masyarakat
Teori perjanjian masyarakat dipelopori oleh Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rousseau, menurut Thomas, rakyat di suatu wilayah tertentu sepakat untuk membentuk suatu wilayah negara dan menyerahkan hak-hak mereka kepada negara yang baru dibentuk. Berbeda halnya dengan John Locke yang mengemukakan tentang adanya pactum unionis selain pactum subjectionsnya Hobbes, John mengatakan bahwa sebagian besar anggota suatu masyarakat membentuk persatuan terlebih dahulu, kemudian mereka menyatakan diri mereka menjadi warga negara dari negara tersebut. Sedangkan Rousseau menyatakan bahwa orang-orang membuat suatu perjanjian untuk membentuk negara, tetapi mereka tidak sepenuhnya memberikan hak-hak mereka kepada negara. Teri-teori mereka ini disebut juga dengan istilah “mainstream liberalism” sebagai dari hasil gaya berfikir renaissance yang menggunakan otonomi manusia.
3. Teori penaklukan
Menurut teori ini pihak-pihak atau kelompok-kelompok bangsa tertentu yang kuat menaklukkan hak atau kelompok yang lain pada akhirnya kelompok yang kuat mendirikan negara.
4. Teori organis
Menurut teori organis negara lahir dan berkembang sebagai halnya dengan kelahiran mahluk hidup lainnya. Negara akan memiliki organ-organ seperti halnya dengan tubuh manusia dan mahluk lainnya.
C. Tujuan Negara
Ada beberapa teori mengenai tujuan negara, diantaranya teori kekuasaan negara, teri perdamaian dunia, dan teori atas jaminan hak dan kekuasaan.
1. Teori kekuasaan negara
Teori kekuasaan negara dipelopori oleh seorang tuan tanah dari negri cina di daerah Shang bernama Yang. Oleh karena itu, dikemudian hari ia dikenal dengan nama Shang Yang (523-428 sm) atau oleh bangsa barat disebutnya dengan nama Lord Shang. Pada masa hidupnya negri Cina dilanda kekacauan. Kaum bangsawan dari masing-masing daerah membentuk tentara sendiri dan saling berperang satu sama lainnya. Dalam kondisi politik yang demikian ketaatan pada pemerintah pusat semakin pudar dan pemerintah pusat tidak memiliki kemampuan untuk mengatasi keadaan.
Melihat keadaan yang demikian Shang Yang berpendapat bahwa satu-satunya tujuan negara adalah membentuk kekuasaan negara yang sebesar-besarnya. Selanjutnya, ia mengatakan bahwa agar negara kuat rakyat harus dilemahkan, negara harus memiliki tentara yang kuat disiplin tinggi, serta siap menghadapi setiap ancaman dari pihak manapun.
2. Teori perdamaian dunia
Pencetus teori ini adalah Dante Alleghieri seorang ahli filsafat dan penyair terkenal dari Italia yang hidup antara tahun 1265-1321. teori perdamaian ini dicetuskan Dante pada saat memuncaknya pertentangan antara kaisar dengan paus. Dalam bukunya yang berjudul “De monarchia Libri III, Dante mengatakan tujuan negara yaitu menciptakan perdamaian dunia. Oleh karena itu, paus sebagai pemimpin gereja tidak boleh mencampuri urusan negara yang merupakan urusan dunia. Sebaiknya antara paus dan kaisar bekerja sama untuk menciptakan perdamaian dunia dan bukan sebaliknya saling bermusuhan.
Demi terciptanya ketertiban, ketenteraman, dan perdamaian dunia menurut Dante diperlukan adanya penguasa tunggal atas kerajaan dunia dengan peraturan dan perundang-undangan yang seragam untuk semua. Kekuasaan harus berpusat pada satu penguasa, bila manusia masih diperintah oleh berbagai penguasa, maka pertentangan dan permusuhan akan terus terjadi dan malapetaka pun tak terhindarkan.
3. Teori jaminan atas hak dan kebebasan
Tokoh pencetus teori jaminan atas hak dan kebebasan yaitu Immanuel Kant (1724-1804) yang berpandangan bahwa semua manusia sejak lahirnya memiliki kemerdekaan dan derajat yang sama. Oleh karena itu, tujuan negara adalah kemerdekaan, hidup rakyat sebagai warga negara bukan kemurahan penguasa melainkan atas dasar kekuatan sendiri. Tiap warga negara harus dapat menikmati kemerdekaanya, antara lain kebebasan hak memilih dan dipilih, hak mendapat perlindungan dan perlakuan yang adil, hak mendapat pengajaran dan pendidikan, serta hak-hak yang lainnya. Sedangkan tujuan negara adalah melindungi dan menjamin ketertiban hukum agar hak-hak warga negara tetap terpelihara.
Meskipun teori Immanuel Kant ini sangat cocok pada zamannya, namun setelah dipraktekkan dan dikaji oleh para ahli ternyata memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan itu diantaranya adalah akibat kebebasan berusaha dan bersaing, adanya pemisah antara golongan pemilik modal dengan golongan miskin semakin dalam. Golongan pemilik modal tidak jarang memperlakukan golongan buruh miskin secara tidak manusiawi, sedang pemerintah tidak mampu berbuat apa-apa untuk melindungi mereka. Bahkan akibat dari paham kebebasan ini pula yang telah mendorong pecahnya perang dunia I.
D. Unsur-Unsur Negara
Unsur suatu negara dari bentuk lahirnya terdiri dari atas:
1. Daerah atau wilayah
2. Masyarakat
3. Penguasa tertinggi
Disamping ketiga unsur di atas, ada sarjana yang menambahkan satu lagi, yaitu adanya pengakuan dari negara luar.
1. Wilayah
Wilayah negara juga merupakan unsur konstitutif suatu negara, sebab tidak mungkin negara ada tanpa batas-batas teritorial yang jelas. Wilayah suatu negara biasanya mencakup daratan, perairan, dan udara diatas daratan dan perairan itu.
Sebagaimana diatur dalam konvensi hukum internasional bahwa:
a) Bagi negara tidak berpantai untuk mengadakan lalu lintas bebas melalui daerahnya. Hal ini dimaksudkan dengan lalu lintas bebas dan tujuan damai dapat menggunakan daerah berdaulat tanpa harus dipersulit untuk melaluinya.
b) Memberikan perlakuan yang sama sebagaimana halnya kapal-kapalnya sendiri bagi kapal-kapal yang berbendera negara tidak berpantai. Bagi kapal-kapal asing dari negara tidak berpantai agar diberikan fasilitas untuk lewat bagaimana halnya kapal mereka sendiri (negara berpantai) yang berlayar di daerahnya sendiri.
c) Demikian halnya seperti pada poin 2 bagi kapal-kapal dari negara tidak berpantai dimaksud masuk ke pelabuhan laut dan pemakaian pelabuhannya.
Dengan 3 poin diatas sebagaimana persyaratan yang harus di berikan persetujuannya oleh negara-negra pantai, dimaksudkan agar laut lepas itu dapat dinikmati oleh negara-negara manapun bukan semata-mata milik negara yang wilayahnya berbatasan dengan laut lepas saja.
Laut toritorial, meliputi segala perairan sekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk wilayah negara. Pengukuran mengenai batas laut teritorial di ukur dari garis-garis yang menghubungkan titik-titik ujung luar pada pulau-pulau wilayah negara (zona ekonomi eksklusif sejauh 200 mil).
Udara teritorial, ruangan udara di atas tanah dari laut berdasarkan traktat Paris tahun 1919 bahwa: udara di atas teritorial negara adalah termasuk teritorial negara yang bersangkutan.
2. Masyarakat
Setiap negara tidak mungkin bisa ada tanpa warga atau rakyatnya. Unsur rakyat ini sangat penting dalam sebuah negara, karena secara konkrit rakyatnyalah yang memiliki kepentingan agar negara itu dapat berjalan dengan baik. Selain itu, bagaimanapun juga manusialah yang akan mengatur dan menentukan sebuah organisasi.
Rakyat dalam konteks ini diartikan sebagai sekelompok manusia yang dipersatukan oleh suatu ras persamaan dan yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu. Mungkin tidak dapat dibayangkan adanya suatu negara tanpa rakyat.
3. Penguasa tertinggi (pemerintah)
Pemerintah adalah alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin organisasi negara untuk mencapai tujuan negara. Olh karenanya, pemerintah sering kali menjadi personifikasi sebuah negara.
Pemerintah menegakkan hukum dan memberantas kekacauan, mengadakan perdamaian dan menyelaraskan kepentingan-kepeentingan yang bertentangan. Pemerintah yang menetapkan, menyatakan dan menjalankan kemauan individu-individu yang tergabung dalam organisasi politik yang disebut negara. Pemerintah adalah badan yang mengatur urusan sehari-hari yang menjalankan kepentingan-kepentingan bersama. Pemerintah melaksanakan tujuan-tujuan negara, menjalankan fungsi-fungsi kesehatan bersama.
E. Bentuk-Bentuk Negara
Bentuk negara ada dua:
a) Negara kesatuan
b) Negara serikat
Ada juga yang membagi bentuk negara ke dalam tiga bagian yaitu:
1. Negara kesatuan
2. Negara serikat
3. Negara persatuan.
1) Negara kesatuan
Negara kesatuan merupakan suatu negara yang merdeka dan berdaulat, dengan satu pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Dalam pelaksanaannya negara kesatuan ini terbagi ke dalam dua macam.
a. Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, yakni sistem pemerintahan yang seluruh persoalan yang berkaitan dengan negara langsung di atur dan diurus oleh pemerintah pusat, sementara daerah-daerah tinggal melaksanakannya.
b. Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, yakni kepala daerah (sebagai pemerintah daerah) di beri kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri atau dikenal dengan otonomi daerah.
2) Negara serikat
Negara serikat merupakan bentuk negara gabungan dari beberapa negara bagian dari negara serikat. Negara-negara bagian tersebut pada awalnya merupakan negara yang merdeka, berdaulat dan berdiri sendiri. Setelah menggabungkan diri dengan negara serikat, maka dengan sendirinya negara serikat , maka dengan sendirinya negara tersebut melepaskan sebagian dari kekuasaannya dan menyerahkan kepada negara serikat.
Kekuasaan asli dalam negara serikat merupakan tugas negara bagian. Karena ia berhubungan langsung dengan rakyatnya. Sementara negara serikat bertugas untuk menjalankan hubungan luar negeri, pertahanan negara, keuangan dan urusan pos.
Selain kedua bentuk negara tersebut (kesatuan dan federasi), di lihat dari sisi jumlah orang yang memerintah dalam sebuah negara, maka bentuk negara terbagi ke dalam 3 kelompok, yakni; monarkhi, oligarki dan demokrasi.
1) Monarkhi
Monarkhi merupakan kata yang berasal dari bahasa yunani “monas” yang berarti tunggal” dan arkien” yang berarti memerintah. Jadi dapat dikatakan bahwa negara monarkhi adalah bentuk negara yang dalam pemerintahannya hanya dikuasai dan di perintah oleh satu orang.
2) Oligarki
Dengan asas oligarki pemimpin organisasi yang bernama negara itu di tangan satu kelompok manusia dengan jumlah anggota yang biasanya sangat sedikit dan eksklusif
3) Demokrasi
Jika dalam negara itu dipergunakan asas demokrasi maka pemimpin dipegang sendiri oleh rakyat (demos).
IV. KESIMPULAN
Secara literal istilah negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni state (bahasa Inggris), staat (bahasa Jerman dan Belanda) dan etat (bahasa Perancis). Kata staat ,state, etat itu diambil dari kata bahasa latin status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.
Secara terminologi negara diartikan dengan organisasi tertinggi diantara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup dalam daerah tertentu dan mempunyai daerah yang berdaulat.
Terbentuknya suatu negara terdapat beberapa teori, antara lain: Terjadinya negara secara primer, Teori perjanjian masyarakat, Teori penaklukan Teori organis. Ada beberapa teori mengenai tujuan negara, diantaranya teori kekuasaan negara, teri perdamaian dunia, dan teori atas jaminan hak dan kekuasaan.
Unsur suatu negara dari bentuk lahirnya terdiri dari atas: Daerah atau wilayah, Masyarakat, Penguasa tertinggi. Bentuk negara ada dua: Negara kesatuan dan Negara serikat. Ada juga yang membagi bentuk negara ke dalam tiga bagian yaitu: Negara kesatuan, Negara serikat dan Negara persatuan.
V. PENUTUP
Demikianlah makalah ini saya persembahkan yang tentunya dalam penyajian makalah ini pasti banyak sekali kekurangannya untuk itu saran dan kritik sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Dan mudah-mudahan makalah ini bermanfaat. aminnnnnnn

DAFTAR PUSTAKA

Agus Surata, Tuhana Taufiq A, Runtuhnya Negara bangsa, UPN Veteran, Jogjakarta,2002
Dede Rosyada DKK, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, ICCE UIN Syarif Hidayatullaah, Jakarta, 2000
Drs. C.S.T. Kansil SH, Hukum Tata Pemerintahan Indonesia, Galia Indonesia. Bandung, 1999
Joko Subagyo, Hukum Laut Indonesia, Rineka Cita, Jakarta, 2002
M. Hutauruk, Asas-Asas Ilmu Negara, Erlangga, Jakarta; 1983
Nico Tamien DR, Tata Negara, Perpustakaan Nasional, Jakarta, 2003
Prof. Dr. Moh Mahfud MD, Dasar Dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2001
Prof. H.A. Jazuli, Fiqih Siyasah, Prenada Media, Jakarta, 2003
Rapar, Filsafat Politik Arisstoteles, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993
Yulies Tienamasrieani, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2004

TEORI TERBENTUKNYA SEBUAH NEGARA


Disusun Guna
Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Hukum Tata Negara
Dosen Pengampu: Bp. Afif Noor




















Disusun oleh:


Abdul Rosyid
2104023





FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2006

IDDAH, MEMINANG, DAN HAK MAHAR

IDDAH, MEMINANG, DAN HAK MAHAR


A. Iddah, Meminang, Dan Hak Mahar
الَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجاً يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْراً فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ {234} وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاء أَوْ أَكْنَنتُمْ فِي أَنفُسِكُمْ عَلِمَ اللّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَـكِن لاَّ تُوَاعِدُوهُنَّ سِرّاً إِلاَّ أَن تَقُولُواْ قَوْلاً مَّعْرُوفاً وَلاَ تَعْزِمُواْ عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىَ يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ {235} لاَّ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن طَلَّقْتُمُ النِّسَاء مَا لَمْ تَمَسُّوهُنُّ أَوْ تَفْرِضُواْ لَهُنَّ فَرِيضَةً وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدْرُهُ مَتَاعاً بِالْمَعْرُوفِ حَقّاً عَلَى الْمُحْسِنِينَ {236} وَإِن طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إَلاَّ أَن يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ وَأَن تَعْفُواْ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَلاَ تَنسَوُاْ الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ إِنَّ اللّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ {237})البقرة :234-235)
Artinya: Orang-orang yang meninggal dunia di antara mu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepulsuh hari. Kemudian apabila telah habis idahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat (234). Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan(235). Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan (236). Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan.( 237)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحاً جَمِيلاً (الاحزاب : 49)
Artinya :Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas mereka idah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya, Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.(Al-Ahzab: 49)
B. Tafsir Tahlili
الَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ : Orang-orang yang wafat (atau meninggal dunia) مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجاً يَتَرَبَّصْنَ : Di antara kamu dengan meninggalkan istri-istri, maka mereka menangguhkan (hendaklah para istri itu menahan) بِأَنفُسِهِن : Diri mereka (untuk kawin setelah suami mereka meninggal itu) أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْراً: Selama empat bulan dan sepuluh (maksudnya hari) فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ: Apabila waktu mereka telah sampai (habis masa iddah mereka) فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ: Mereka tiada dosa bagi kamu (hai para wali) فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنفُسِهِنَّ: Membiarkan mereka berbuat pada diri mereka (misalnya bersolek dan menyiapkan diri untuk menerima pinangan) بِالْمَعْرُوف: Secara baik-baik (menurut agama) وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ : Dan Allah mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan (baik yang lahir maupun yang batin) وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاء: Dan tak ada dosa bagimu meminang wanita-wanita itu secara sindiran( wanita-wanita yang kematian suami dan masih ada pada iddah mereka, misalnya kata seseorang’ engkau cantik’ atau “tiada wanita secantik engkau” atau “ siapa yang melihat mu, pasti jatuh cinta” أَوْ أَكْنَنتُمْ: Atau kamu sembunyikan (kamu rahasiakan) فِي أَنفُسِكُمْ : Dalam hati mu (rencana untuk mengawini mereka) عَلِمَ اللّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ : Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka (dan tidak sabar untuk meminang, maka diperbolehkan nya secara sindiran) وَلَـكِن لاَّ تُوَاعِدُوهُنَّ سِرّاً : Tetapi janganlah kamu mengadakan perjanjian dengan mereka secara rahasia (maksudnya perjanjian kawin) إِلا: Melainkan (diperbolehkan) أَن تَقُولُواْ قَوْلاً مَّعْرُوفاً: Sekedar mengucapkan kata-kata yang baik (yang menurut syara’ dianggap sebagai sindiran pinangan) وَلاَ تَعْزِمُواْ عُقْدَةَ النِّكَاحِ : Dan janganlah kamu pastikan akan mengakadkan nikah (artinya melangsungkannya) حَتَّىَ يَبْلُغَ الْكِتَابُ: Sebelum yang tertulis (dari iddah) أَجَلَهُ: Habis waktunya (tegasnya sebelum iddahnya habis) وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنفُسِكُمْ : Dan ketahuilah bahwa allah mengetahui apa yang ada di hatimu (apakah rencana pasti atau lainnya) فَاحْذَرُوهُ: Maka takutlah kepadaNya (dan jangan sampai menerima hukumannya disebabkan rencana pastimu itu وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ غَفُورٌٌ : Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun (terhadap orang yang takut kepadanya) حَلِيم: Lagi maha penyantun (hingga menengguhkan hukumnya terhadap orang yang berhak menerimanya) اَّ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن طَلَّقْتُمُ النِّسَاء مَا لَمْ تَمَسُّوهُنُّ: Tidak ada dosa bagi kamu, jika kamu menceraikan istri-istri kamu sebelum kamu menyentuh mereka (menurut satu Qira’at “tumaasuuhunna’ artinya mencampuri mereka) أَو: Atau (sebelum) تَفْرِضُواْ لَهُنَّ فَرِيضَةً : Kamu menentukan maharnya (maksudnya maskawinnya. “ma” mashdariyah zharfiyah, maksudnya, tak ada resiko atau tanggung jawab mu dalam perceraian sebelum campur dan sebelum ditentukannya berapa maharnya, maka ceraikanlah mereka itu) وَمَتِّعُوهُن: Dan hendaklah mereka itu kamu beri mut’ah (atau pemberian yang menyenangkan hati mereka) عَلَى الْمُوسِعِ : Bagi yang mampu (maksudnya yang kaya di antara kamu) قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ : Sesuai dengan kemampuannya, sedangkan yang melarat (miskin) قَدْرُهُ: sesuai dengan kemampuannya pula ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tentang derajat atau kedudukan istri) مَتَاع: Yaitu pemberian (atau hiburan) بِالْمَعْرُوف: Menurut yang patut (menurut syara’ dan menjadi sifat bagi mata’an demikian itu) حَقّا: Merupakan kewajiban (“haqqan” menjadi sifat yang kedua atau masdar yang memperkuat) عَلَى الْمُحْسِنِينَ: Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan (atau orang-orang yang taat) وَإِن طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُم فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ ْ : Dan jika kamu menceraikan istri-istri kamu sebelum kamu mencampuri mereka, padahal kamu telah menetapkan mahar mereka maka, maka bayarlah separoh dari yang telah kamu tetapkan itu (ini menjadi hak mereka, sedang separoh yang lain kembali padamu) إَلاَّ: Kecuali (atau tidak demikian hukumnya) أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاح : Atau dimaafkan oleh orang yang pada tangannya tergenggam akad nikah (yaitu suami, maka mashar diserahkan kepada para istri semuanya. Tetapi menurut keterangan Ibnu Abbas, wali boleh bertindak sebagai penggantinya, bila wanita itu mahjurah/tidak boleh bertasaruf dan hal ini tidak ada dosa baginya, maka dalam hal ini tidak ada kesulitan) أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَلاَ تَنسَوُاْ الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ : Lebih dekat dari ketaqwaan. Dan jangan kamu keutamaan diantara kamu (artinya saling menunjukkan kemurahan hati) إِنَّ اللّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ: : Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (dan akan membalas mu sebaik-baiknya)
Al-Ahzab: 49
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya (menurut satu qira’at lafad tamassuhunna dibaca tumassuhunna artinya sebelum kalian menyetubuhi mereka. فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا : Maka sekali-kali tidak wajib atas mereka idah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya (yaitu yang kalian dengan quru’ atau bilangan yang lainnya. فَمَتِّعُوهَّ : Maka berilah mereka mut'ah (berilah mereka uang mut’ah sebagai pesangon dengan jumlah yang secukupnya, demikian itu apabila pihak lelaki belum mengucapkan maharnya kepada mereka, apabila ternyata ia telah mengucapkan jumklahnya maka uang mut’ah itu separoh dari mahar yang telah di ucapkannya. Demikian pendapat ibnu Abbas dan diikuti oleh imam Syafi’I) وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحاً جَمِيلاً : Dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya (yaitu dengan cara tanpa menimbulkan kemadharatan kepada dirinya)
C. Tafsir Ijmali
Ayat 234
Ungkapan yang sangat, yang dipergunakan untuk kematian seseorang adalah “tuwuffia” (diwafatkan), sebab pada hakekatnya seseorang yang mati itu, ialah karena nyawanya diambil. Yang sama dengan itu adalah ‘mutawaffa” (orang yang diwafatkan). Bukan “mutawafi”, sebab mutawaffi artinya yang mematikan. Diriwayatkan dari abu Aswad Ad-Dauli, bahwa ia pernah shalat jenasah, lalu ada orang bertanya kepadanya: “Manil mutawaffi” (siaspa yang mematikan) dijawab “Allah Ta’ala, dari situlah kemudian timbul kaidah nahwu.
Kata juz terpakai untuk pria dan wanita (suami dan istri). Sedang arti asalnya adalah: bilangan dobel. Kemudian, terpakai untuk suami dan istri, karena pada hakekatnya suami dan istri itu , adalah dua insan yang berpadu, sehingga seolah-olah menjadi satu. Karena itu suami istri ini dipakai dua kata yang satu, sekalipun lahiriyahnya dua, tetapi intinya satu. Karena itu kedua suami istri ini dituntut untuk bersatu, seolah-olah menjadi mata bagi yang lainnya.
Hikmah dibatasi iddah istri yang ditinggal mati suaminya dengan empat bulan sepuluh hari itu, karena tujuan pokok iddah ialah “baraatur rahim” (kebersihan rahim, sedang janin itu terbentuk di dalam rahim dalam tiga fase: fase pertama berbentuk nutfah, fase kedua: berbentuk darah menggumpal, dan fase ketiga: berbentuk daging.
Ayat 235-237
Al-qura’an membolehkan meminang perempuan yang dalam iddah dengan cara sindiran, misalnya dengan ucapan: engkau ini seorang perempuan yang cantik, engkau perempuan yang saleh, engkau ini perempuan dermawan.
Zamarkasi berkata :’rahasia” uang dimaksud dalam ayat di atas adalah kinayah dari nikah yang nikah itu asal artinya ialah bercampur. Dan itulah yang dirahasiakan (dalam perkawinan itu). Janganlah engkau mendekat seorang gadis
Kemudian kata ini dipergunakan untuk arti “kawin” yang berarti ‘aqad karena akad itu suatu sebab terjadinya perkawinan.
Penyebutan kata “azam” dalam ayat itu adalah lil mubalaghah larangan yang sangat keras untuk mengadakan perkawinan dlam ‘iddah, karena ‘azam untuk perbuatan tersebut merupakan muqadiamahnya. Kalau azam saja sudah dilarang apalagi melakukannya.
Allah menggunakan kata menyentuh untuk arti bercampur, adalah suatu kinayah yang halus yang biasa digunakan al-quran.
Abu Muslim berkata: kinayah yang dipergunakan Allah ta’ala untuk bercampur dengan menyentuh itu, sebagai didikan buat manusia agar dalam percakapannya selalu memilih kata-kata yang baik.
Khitab dalam firman Allah: Bahwa memaafkan itu jalan terdekat dari taqwa” dan “jangan kamu lupakan kelebihan antara kamu” itu tertuju untuk pria dan wanita, yang disampaikan dengan mengambil cara pada umumnya.
Ar-Rozi berkata; apabila pria dan wanita itu hendak disebut secara bersamaan, maka pada umumnya cukup dengan menyebutkan pria. Sebab pria itu adalh pokok, sedang wanita adalah cabang. Misalnya anda mengatakan; Qaimun(laki-laki berdiri), kemudian anda hendak juga menyebutkan wanita, maka anda mengatakan Qaimatun (wanita berdiri)
Hikmah diwajibkan mut’ah(pemberian) kepada istri yang ditalak untuk menghilanhkan perasaan keganasan talak dan mengurangi kejahatan harta terhadap dirinya.
Ibnu Abbas berkata: apabila si laki-laki itu orang yang kaya, maka mut’ahnya berupa khadam (pelayan) dan apabila miskin, mut’ahnya berupa tiga helai baju.
Diriwayatkan, bahwa al-Hasan bin ‘Ali, pernah memberikan mut’ah sebanyak 10.000, lalu perempuan itu berkata: Mut’ah ini telalu kecil, dari seorang habib yang menceraikan”. Adapun sebab diceraikannya istrinya ‘aisah al-Khats’amiyah itu ialah: bahwa ketika ali terbunuh dan al-Hasan dibaiat sebagai khalifah, ‘Aisah mengatakan rupanya kekuasaan khalifah ini menyenangkan engkau, ya amiral mukminin! Maka jawab al-Hasan: ‘Ali terbunuh, sedang engkau dengan kedudukan ini? Pergi, engkau ku talak tiga! Begitulah, lalu ‘Aisah berselimut dengan jilbabnya, dan ia menanti hingga habis masa iddahnya. Lalu oleh al-Hasan dikirimkan sebanyak 10.000, serta mahar yang belum terbayar. Maka ‘Aisah berkomentar: suatu pemberian yang terlalu kecil, dari seorang habib yang menceraikan, setelah utusan itu menyampaikan kepada Hasan, maka Hasan menangis seraya berkata: seandainya aku tidak menjatuhkan talak bain kurujuk dia.
Al-Ahzab ayat 49
Firman allah” apabila kamu telah menikah dengan perempuan-perempuan mukminah” itu merupakan suatu isyarat, bahwa seorang mu’min harus selalu mencari ladang yang baik untuk meletakkan nutfahnya itu dan supaya ia menikah dengan perempuan mukminah yang suci, karena imannya itulah yang akan dapat melindungi harga dirinya sehingga ia tidak terjatuh ke dalam lembah perbuatan keji dan kotor.
Kewajiban iddah bagi perempuan itu dalam rangka melindungi nasab, sebab laki-laki itu dituntut untuk merasa cemburu atas anaknya dan memperhatikan nya supaya tanamannya itu tidak disirami oleh orang lain.
D. Kandungan Hukum
QS. Al-Baqarah Ayat 234
1. Apakah ayat ini bisa dijadikan sebagai nasikh ayat yang menerangkan tentang iddah setahun itu.
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa ayat ini adalah nasikh ayat “Dan orang-orang yang meninggal dunia di antara kamu, dan meninggalkan istri-istri hendaklah ia berwasiat untuk istri-istrinya itu supaya diberi kmakan setahun dengan tidak boleh diusir.” (QS. Al-Baqarah:240)
2. Masa berkabung
syari’at islam mewajibkan perempuan yanfg ditinggal mati suaminya itu supaya berkabung selama dalam iddah 4 bulan sepuluh hari.
QS. Al-Baqarah Ayat 235-237
1. Hukum meminang
Perempuan dalam kedudukan pinang ini ada tiga macam:
a) Perempuan yang boleh dipinang dengan terang-terangan dan dengan sindiran, yaitu perempuan yang masih single dan bukan dalam masa iddah.
b) Perempuan yang tidak boleh dipinang dengan sindiran maupun terang-terangan. Yaitu perempuan yang masih mempunyai suami
c) Perempuan yang boleh dipinang dengan sindiran, tidak boleh dengan terang-terangan. Yaitu perempuan yang ditinggal mati suaminya masih dalam iddah.
2. Perkawinan Dalam Iddah Sah Atau Tidak
Allah melarang pernikahan dalam masa iddah dan mewajibkan perempuan supaya menanti, baik dalam iddah talak maupun iddah wafat.
3. Hukum Mut’ah Untuk Perempuan Yang Ditalak
Bagi perempuan yang belum dicampuri dan belum ditentukan maharnya, jelas wajib mendapatkan mut’ah berdasarkan firman Allah: Dan berilah mereka mut’ah, wajib bagi orang yang kaya menurut kemampuannya, dan atas orang yang tidak mampu menurut kemampuannya.” Sekarang yang menjadi persoalan, apakah mut’ah itu wajib untuk semua perempuan yang ditalak?
Hasan Basri berpendapat wajib, berdasarkan keumumuman firman Allah: “ dan bagi perempuan-perempuan yang ditalak berhak mendapatkan mut’ah, sebagai suatu ketentuan atas orang-orang yang taqwa. (QS. Al-Baqarah)
Jumhur (Hanafiyah, Syafi’iah dan Hanabilah) berpendapat: Mut’ah bagi perempuan yang belum dicampuri dan belum ditentukan maharnya. Adapun bagi perempuan yang sudah ditentukan maharnya, mut’ah itu hukumnya sunnah.
4. Arti mut’ah dan ukurannya
Mut’ah ialah pemberian seorang suami kepada seoaran istrinya yang diceraikan, baik berupa uang, pakaian atau pembekalanapa saja, sebagai bantuan dan penghormatan kepada istrinya itu, serta menghindari kekejaman talak yang dijatuhkan itu.
Ulama berbeda pendapat dalam masalah ukurannya.
⊛ Imam Malik: Menurut hemat kami, mut’ah itu tidak ada batasannya tertentu, baik minimal maupun maksimal.
⊛ Imam syafi’I: Bagi orang yang mampu disunatkan mut’ah itu berupa khadam, sedang pertengahan berupa 30 dirham, dan bagi orang yang tidak mampu sekedarnya saja.
⊛ Imam Abu Hanifah: Sedikitnya berupa baju kurung, kudung dan tusuk konde, dan tidak lebih dari setengah mahar.
⊛ Imam Ahmad: Mut’ah itu berupa baju kurung dan kudung yang sekedar cukup dipakai buat shalat dan sesuai dengan kemampuan suami.
QS. Al-Ahzab
1. Talak sebelum nikah
Para ulama fiqh sepakat bahwa talak sebelum nikah itu tidak bisa jatuh, berdasarkan firman Allah: Apabila kamu kamu telah menikah dengan perempuan mukminah kemudian mereka itu kamu cerai.”
2. apakah terjadinya khalwat itu mengharuskan adanya iddah dan mahar
menurut dhahirnya ayat yang mengatakan “sebelum kamu sentuh mereka itu” yang merupakan kata sindiran tentang jima’, menunjukkan, bahwa khulwat itu sekalipun sudah benar-benar terjadi, tidak mengharuskan adnya iddah dan mahar seperti halanya kewajiban iddah dan mahar yang disebabkan jima’.
3. tentang kewajiban mut’ah
dhahirnya firman Allah “akan Tetapi berilah mereka itu mut’ah” itu menunjukkan wajibnya mut’ah untuk perempuan-perempuan yang dicerai sebelum dicampuri, baik sudah ditentukan maharnya ataupun belum.
E. Kesimpulan
Perempuan yang masih dalam ‘iddah karena ditinggal mati suaminya atau karena talak bain, boleh dipinang dengan sindiran.
Mengadakan akad nikah dalam keadaan ‘iddah itu hukumnya haram, dan perkawinannya dinilai fasid
Muta’ah untuk orang yang ditalak yang belum ditentukan maharnya, hukumnya wajib dan sunnah untuk perempuan-perempuan lainnya.
Boleh menceraikan perempuan yang belum dicampuri, kalau memang ada kepentingan yang mendesak
Perempuan yang ditalak yang belum pernah dicampuri, berhak mendapat setengah mahar, apabila maharnya itu telah ditentukan.
Seorang muslim harus memilih calon istrinya itu seorang mukminah yang suci.
Talak itu dapat meruntuhkan sendi-sendi rumah tangga, karena itu tidak layak dijatuhkan kecuali dalam situasi dharurat.
Perempuan yang belum pernah dicampuri, apabila dicerai tidak wajib iddah, dengan kesepakatan ulama’
Seorang suami harus mengatasi bahaya istrinya yang dicerai itu dengan cara memberi mut’ah
Menyakiti hati perempuan yang ditalak itu diharamkan, bahkan harus dilepas dengan cara yang sopan dan baik.



















DAFTAR PUSTAKA

Mahyudi Syaf dan Bahrun Abubakar, Terjemah Tafsir Jalalain 1, Sinar Baru, Bandung; 1990
Mahyudi Syaf dan Bahrun Abubakar, Terjemah Tafsir Jalalain 111, Sinar Baru, Bandung; 1990
Mu’aammal Hamidy dan Drs. Imron A. Manan, Terjemah Ayat Ahkam Ash-Shabuni 1, Bina Ilmu, Surabya:1985
Mu’aammal Hamidy dan Drs. Imron A. Manan, Terjemah Ayat Ahkam Ash-Shabuni 11, Bina Ilmu, Surabya:1985

Permohonan Surat Izin Pra Riset

Hal : Permohonan Surat Izin Pra Riset Semarang, 03 Januari 2009
Lamp : -
Kepada Yth.
Dekan Fak. Syari’ah IAIN WALISONGO
Di Semarang

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Yang bertandatangan di bawah ini saya:
Nama : Ahmad Saifudin
Nim : 2104022
Fakultas : Syari’ah
Jurusan : Ahwal al-Syakhsiyah
Alamat : RT 02, RW 8, Bringin Timur, Tambakaji, Ngaliyan, Semarang
Lokasi Penelitian : Pengadilan Agama Semarang
Alamat Penelitian : Jl. Ronggolawe. No. 06, Semarang
Dengan ini memohon kepada Bapak agar diterbitkan Surat Izin pra Riset guna untuk mengumpulkan data dalam rangka penyusunan skripsi dengan judul:
“PEMBATALAN NIKAH AKIBAT TIDAK ADANYA
PENCATATAN DI PPN”
Demikian atas perhatian dan kebijaksanaannya dihaturkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Hormat Saya


(Ahmad Saifudin)
2104022

Penerapan Hukum Pidana dan Asas Non-Retroaktif dalam Pemberantasan Korupsi

Penerapan Hukum Pidana dan Asas Non-Retroaktif dalam Pemberantasan Korupsi *
Oleh: Prof. Dr. Romli Atmasasmita, SH., Ll.M.
Ketua Forum 2004, Guru Besar Hukum Pidana Internasional Universitas Padjajaran
Asas non-retroaktif dalam ilmu hukum pidana secara eksplisit tersirat dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1): “ Tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan” (Moelyatno, cetakan kedua puluh, April 2001). Di dalam Rancangan Undang-Undang RI tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (2005), dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) sebagai berikut; “Tiada seorang pun dapat dipidana atau dikenakan tindakan,kecuali perbuatan yang dilakukan telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan.”
Rumusan kalimat dalam RUU KUHP tahun 2005 lebih jelas dan tegas sesuai dengan asas lex certa dalam perumusan hukum pidana yang berarti mengutamakan kejelasan, tidak multitafsir dan ada kepastian di dalam perumusannya. Penjelasan Pasal 1 ayat (1) dalam RUU KUHP tersebut menegaskan antara lain bahwa ketentuan pidana tidak berlaku surut demi mencegah kesewenang-wenangan penegak hukum dalam menuntut dan mengadili seseorang yang dituduh melakukan suatu tindak pidana. Pemberlakuan surut ketentuan pidana hanya dimungkinkan jika terjadi perubahan peraturan perundang-undangan, dan perundang-undangan yang baru justru lebih menguntungkan terdakwa maka perundang-undangan baru itulah yang diberlakukan terhadapnya.
Bertitik tolak dari uraian mengenai hukum positif dan rancangan undang-undang hukum pidana di atas dua hal yang sangat penting untuk diketahui masyarakat luas, yaitu pertama, uraian di atas mempertegas kembali bahwa ketentuan mengenai asas non-retroaktif hanya secara tegas dan diatur dan diberlakukan dalam lingkup hukum pidana materiil bukan dalam lingkup hukum pidana formil (hukum acara pidana) apalagi dalam bidang hukum administrasi yang memang tidak memiliki dasar aturan mengenai hal tersebut baik dalam teori maupun dalam doktrin hukum administrasi.
Penjelasan mengenai Pasal 1 ayat (1) dalam Rancangan Undang-Undang KUHP, dan juga dalam doktrin hukum pidana sudah ditegaskan agar tidak terjadi kesewenangan penegak hukum (penguasa ketika itu) dalam menerapkan ketentuan pidana terhadap seorang terdakwa. Dalam hal ini masyarakat luas harus dapat menangkap dua hal yang sangat penting, yaitu pertama, kalimat mencegah kesewenang-wenangan penegak hokum (penguasa), dan kedua, kalimat dalam penerapan ketentuan pidana; bukan ketentuan (sanksi) administrasi, dan bukan ketentuan mengenai wewenang untuk menangkap, menahan atau menuntut. Penegasan atas dua hal tersebut hendak memberitahukan dan menjelaskan bahwa ketentuan mengenai asas non-retroaktif hanya dalam konteks apakah suatu perbuatan itu dapat dipidana atau tidak ketika perbuatan itu dilakukan oleh suatu dasar aturan ketentuan pidana yang telah berlaku ketika itu. Sehingga dengan demikian adresat dari pemberlakuan ketentuan mengenai asas non-retroaktif adalah terhadap suatu tindak pidana semata-mata. Seluruh uraian di atas adalah hasil analisis mengenai penerapan penafsiran histories dan teleologis, bukan semata-mata penafsiran secara gramatikal, sehingga jika masih ada Gurubesar Hukum Pidana atau para Hakim Mahkamah Konstitusi dan pengamat yang masih tetap berpendirian bahwa asas non-retroaktif itu ada dan berlaku untuk seluruh substansi bidang hukum, jelas bahwa mereka telah melupakan arti dan makna spesialisasi yang berlaku dalam disiplin ilmu hukum, dan juga melupakan atau mengabaikan sama sekali metoda-metoda penafsiran hukum yang dianut dalam ajaran ilmu hukum dan telah diajarkan sejak tingkat persiapan di fakultas hukum.
Dalam kaitan ini pula saya hendak menegaskan bahwa sejak kelahirannya hukum pidana dibentuk untuk mengatur dan menerapkan sanksi pidana terhadap perbuatan seseorang (daad-strafrecht), namun dalam perkembangannya kemudian dengan pengaruh gerakan humanisme maka hukum pidana juga diwajibkan mempertimbangkan seseorang yang melakukan tindak pidana, akan tetapi ketika perbuatan itu dilakukan yang bersangkutan dalam keadaan di bawah umur atau dalam keadaan gila, maka pemberlakuan ketentuan pidana dikecualikan terhadap yang bersangkutan, sehingga dalam doktrin hukum pidana muncul sebutan, daad-dader strafrecht. Jika masih ada pendapat yang membedakan atas dasar status sosial dan status hukum seseorang pelaku tindak pidana termasuk koruptor maka tidak ada lain legitimasi selain harus dinyatakan bahwa pelaku tindak pidana atau koruptor itu gila atau di bawah umur!.
Menurut saya sangatlah gamblang sekali bahwa, adresat hukum pidana adalah perbuatan seseorang yang melanggar aturan pidana, dan bukan kepada status sosial atau status hukum orang yang bersangkutan. Penjelasan Pasal 1 ayat (1) RUU KUHP telah menegaskan beberapa kali tentang “perbuatan” dan tidak menyebutkan sama sekali tentang ORANG yang melakukan perbuatan.
Jika dalam perkembangan penegakan hukum pidana saat ini di Indonesia terkait pelaku tindak pidana termasuk para koruptor kelas kakap alias pejabat atau penyelenggara negara, dan dengan berpegang teguh kepada adresat hukum pidana sejak awal kelahirannya, maka posisi yang bersangkutan tidak boleh dijadikan alas hukum untuk memberikan “keistimewaan” perlakuan dalam setiap tahap sistem peradilan pidana, kecuali hak-hak asasi yang bersangkutan yang ditetapkan di dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Jika dalam perkembangan praktik penerapan rezim hukum pidana di Indonesia saat ini masih ada Guru Besar Hukum Pidana, Hukum Administrasi Negara atau para penasehat hukum dan pengamat yang masih mengutamakan posisi atau status sosial atau status hukum pelaku tindak pidana tidak terbatas kepada koruptor saja, maka mereka adalah yang melupakan sejarah pembentukan dan misi yang diemban oleh hukum pidana sejak awal dan tidak dapat membedakan secara intelektual perbedaan besar antara hukum pidana di satu sisi (asas-asas hukum, tujuan, lingkup dan obyeknya) dan hukum administrasi negara di sisi lain (tidak memahami arti dan makna spesialisasi titik!). Sekali lagi ditegaskan di sini bahwa hukum administrasi sejak awal kelahirannya dan juga perkembangannya di kemudian hari tidak berurusan dan tidak ada kaitannya dengan setiap pemegang jabatan di lingkungan eksekutif, legislatif atau judikatif atau di lembaga-lembaga negara lainnya yang menjadi tersangka melakukan tindak pidana tertentu. Hukum Administrasi negara hanya berurusan dengan atau mengatur tentang prosedur administrasi pemerintahan semata-mata. Hukum administrasi negara tidak memberikan alasan hukum sekecil apapun untuk memberikan peluang perlakuan istimewa terhadap seseorang yang telah ditetapkan menjadi tersangka tindak pidana tertentu, apalagi ditengarai untuk memberikan “impunity” terhadap pejabat Negara atau penyelenggara negara yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu termasuk korupsi. Jika masih ada UU yang memberikan keistimewaan perlakuan tersebut maka UU tersebut bertentangan secara diametral dengan UUD 45 dan perubahannya yang menyatakan secara eksplisit, hak setiap orang untuk diperlakukan sama di muka hukum (equality before the law) dalam posisi apapun juga selama dalam status tersangka/terdakwa/terpidana.
Mengenai pemberlakuan asas non-retroaktif sebagaimana telah diuraikan di atas ketentuan hukum pidana positif , dan dalam penjelasan RUU KUHP telah ditegaskan bahwa asas non-retroaktif adalah bersifat mutlak. Sesungguhnya jika mempelajari referensi hukum internasional mengenai kejahatan internasional atau hukum pidana internasional maka hukum kebiasaan internasional (international customary law) telah mengakui bahwa pemberlakuan asas non-retroaktif tidak berlaku untuk kejahatan berat yang termasuk pelanggaran berat hak asasi manusia (gross-violation of human rights). Contoh kasus proses peradilan Mahkamah Nuremberg, Tokyo, Rwanda dan di bekas jajahan Yugoslavia. Seluruh prinsip-prinsip hukum yang diterapkan dalam proses peradilan Mahkamah-Mahkamah tersebut sudah diakui sebagai bagian tidak terpisahkan dari hukum internasional dalam praktik karena seluruh putusan Mahkamah tersebut bersifat mengikat dan diakui oleh masyarakat internasional serta seluruh terdakwa wajib menjalani hukuman yang telah dijatuhkan oleh Mahkamah tersebut. Bagaimana pandangan para Ahli Hukum Pidana terhadap pemberlakuan asas ini, ternyata masih belum ada kesamaan pendapat atau pandangan di antara para ahli. Pandangan konvensional masih menegaskan bahwa asas non-retroaktif adalah asas hukum yang bersifat mutlak (lihat penjelasan RUU KUHP Pasal 2), dan asas hukum ini merupakan asas umum hukum pidana dan bersifat universal. Di dalam UUD 45 dan perubahan kedua, juga ditegaskan dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia khusus Pasal 28 I dengan pembatasan-pembatasan tertentu sebagaiman telah dicantumkan dalam Pasal 28 J. Dalam referensi tentang HAM, harus diketahui bahwa hak untuk tidak dituntut oleh undang-undang yang berlaku surut bukan hak absolut melainkan merupakan hak relative. Sedangkan kalimat terakhir dari rumusan Pasal 28 I UUD 45 dan perubahannya, “dalam keadaan apapun” tidaklah sejalan dengan baik Pasal 28 J dan Pasal 29 Deklarasi Universal HAM PBB. Di sisi lain, pandangan modern terhadap penerapan asas non-retroaktif adalah sejalan dengan perkembangan hukum pidana internasional dan perkembangan konvensi internasional tentang kejahatan transnasional terorganisasi termasuk tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (money laundering), tindak pidana terorisme dan tindak pidana narkotika dan perkembangan Konvensi Internasional mengenai Mahkamah Permanen Pidana Internasional (International Criminal Court). Pendapat atau pandangan modern abad ke-20 tentang penerapan asas non-retroaktif menegaskan bahwa sesuai dengan perkembangan waktu dan dalam konteks kejahatan tertentu yang merupakan ancaman terhadap perdamaian dan kemanana dunia (threaten to the peace and security of humankind), maka pemberlakuan asas hukum non-retroaktif dapat dikesampingkan, secara selektif dan terbatas. Dalam kaitan ini sudah diterapkan sejak proses peradilan Mahkamah Nuremberg (1946) sampai dengan proses ad hoc Tribunal untuk kasus kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan di bekas jajahan Yugoslavia. Tindak pidana korupsi sudah dinyatakan dalam perundang-undangan pemberantasan korupsi Indonesia sebagai pelanggaran hak ekonomi dan sosial masyarakat yang bersifat sistematik dan meluas sehingga digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime). Atas dasar itulah maka pemberlakuan surut UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK sah adanya dan tidak perlu dipersoalkan lagi. Hal ini sejalan dengan pandangan Jan Remmelink tentang pemberlakua surut ketentuan hukum pidana di Belanda.
Pandangan modern juga mengacu kepada pendapat Jan Remmelink (2003: 362) yang menegaskan bahwa daya kerja surut (retroaktif) dari ketentuan hukum pidana terjadi dalam situasi hukum transisional. Diuraikan pendapatnya sebagai berikut: “Suatu fungsi penting diperankan ayat kedua Pasal 1, yang merupakan pengecualian, bila tidak hendak dikatakan penyimpangan terhadap larangan pemberlakuan hukum pidana secara retroaktif yang termaktub dalam ayat pertama.” Dalam kaitan bunyi pasal 1 ayat (2) dan pendapat Jan Remmelink tersebut, telah dipersoalkan undang-undang mana yang diberlakuan dalam situasi hukum transisional, dan dalam uraiannya Jan Remmelink menegaskan bahwa dalam keadaan seperti itu, undang-undang yang berlaku setelah terjadi tindak pidana adalah undang-undang yang menguntungkan, maka pemberlakuan surut diperkenankan. Secara tegas Remmelink (halaman 365-366) mengatakan bahwa ada dua alternatif penafsiran terhadap pemberlakuan surut suatu ketentuan pidana, yaitu ajaran formil dan ajaran materiel. Sejauh menurut ajaran formil maka istilah “wetgeving (pembuat perundang-undangan) dalam ketentuan (KUHP Belanda) sebagai strafwetgeving, jadi dalam konteks menetapkan suatu perbuatan sebagai tindak pidana (strafbaarstelling). Dengan cara ini, yang akan hanya turut diperhitungkan hanya perubahan-perubahan yang langsung menyentuh ketentuan pidana sendiri, sedangkan yang berkaitan dengan atau terletak dalam hukum administrasi dapat diabaikan”. Sedangkan alternatif kedua, adalah ajaran materiil terbatas yang turut memperhitungkan perubahan-perubahan materiil yakni bahwa dari atau melalui perubahan ini (undang-undang,pen.) harus ternyata ada perubahan cara pandang atau pemahaman pembuat undang-undang tentang kepantasan (kepatutan,pen.) tindakan tersebut untuk diancam pidana. Syarat ini digunakan oleh Hooge Raad Belanda yang menyebutnya, penafsiran kreatif-restriktif, bukan demi keuntungan , namun justru untuk kerugian terdakwa (Remmelink, hal.367).
Diakui pula bahwa, cara pandang konservatif dalam konteks situasi hukum transisional masih menganut paradigma lama yaitu lebih mengedepankan asas kepastian hukum bagi terdakwa akan tetapi mengabaikan sisi keadilan bagi korban dan sisi kemanfaatan terbesar bagi masyarakat luas. Paradigma tersebut juga bertentangan dengan kedudukan hukum pidana dalam pohon Ilmu Hukum yang terletak pada hukum publik bukan hukum administrasi atau hukum perdata. Implikasi dari kedudukan hukum pidana tersebut adalah ia harus bersifat public-rechtelijke (implisit kepentingan negara dan masyarakat luas) dari pada privaat-rechtleijke (orang perorangan). Selain iitu, kedudukan hukum pidana tersebut memiliki implikasi juga terhadap pertanyaan tentang untuk kepentingan hukum siapa hukum pidana itu dibentuk dan diberlakukan, serta untuk tujuan apa hukum pidana itu dibentuk ? Berangkat dari sifat dan hakikat kedua pertanyaan mendasar tersebut maka - sekalipun dengan pro dan kontra - tidaklah salah jika ditegaskan di sini bahwa, sisi kepastian hukum harus dilihat dalam konteks sisi perlindungan hak asasi tersangka/terdakwa yaitu kepastian hak-hak memperoleh bantuan hukum, peradilan yang jujur dan adil, dan hak-hak lain yang diatur dalam undang-undang hukum acara pidana. Namun demikian seluruh hak-hak asasi tersebut juga harus diseimbangkan – dalam pendakwaan dan putusan pengadilan - dengan seberapa jauhkah Negara (masyarakat luas) sudah terlindungi (asas keadilan korban dan kemanfaatan terbanyak) dari ancaman dan bahaya perbuatan tersangka/terdakwa yang bersangkutan, bukan hanya untuk hari ini (fungsi represif) akan tetapi untuk calon-calon tersangka/terdakwa di masa yang akan datang (fungsi preventif).
Dalam konteks pemberantasan korupsi di Indonesia telah banyak tulisan dan angka-angka secara matematis menunjukkan bahwa Indonesia termasuk negara terkorup se-Asia, dan melihat angka-angka penyimpangan APBN setiap tahun, yang sudah mencapai 50%, kiranya sudah tidak dapat ditolerir lagi pendapat yang mengatakan bahwa korupsi hanya merupakan kejahatan biasa (ordinary crimes) bukan kejahatan luar biasa (extra-ordinary crimes). Apalagi sudah terbukti bahwa sumber kemiskinan 200 juta rakyat Indonesia adalah juga dari perkembangan korupsi yang sudah bersifat sistematik dan meluas sehingga sudah sepantasnya di dalam Bagian Menimbang huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 menegaskan antara lain; “bahwa tindak pidana korupsi …tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat luas…”. Bertitiktolak kepada fakta korupsi di Indonesia dan mengacu kepada hukum positif tentang UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka korupsi di Indonesia secara sah telah diakui sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia masyarakat luas; pengakuan formil inilah yang memberikan ciri bahwa korupsi merupakan kejahatan yang bersifat luar biasa atau “extra-ordinary crimes” (lihat alinea kedua baris ke-4 dari bawah, penjelasan umum UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK); sehingga penanganannya pun harus dilakukan dengan cara-cara luar biasa, antara lain dengan penggunaan sistem pembuktian terbalik yang dibebankan kepada terdakwa, diperkuat dengan .pembentukan dan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi yang lebih besar dari kepolisian dan kejaksaan sesuai dengan Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).
Dalam Penjelasan Umum UU Nomor 30 tahun 2002 juga telah diuraikan antara lain sebagai berikut: “…karena itu maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainka telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitu pun di dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa”.
Bertolak dari uraian perkembangan fakta dan perundang-undangan yang secara khusus ditujukan untuk pemberantasan korupsi di Indonesia sampai saat ini, maka sudah jelas dan gamblang bahwa bangsa Indonesia melalui perwakilannya di DPR bersama-sama pemerintah sudah berketetapan hati dan memiliki komitmen politik untuk membebaskan kemiskinan bangsa ini antara lain melalui pemberantasan korupsi. Bangsa Indonesia juga sudah menetapkan bahwa korupsi merupakan “extra ordinary crimes” sebagai pelanggaran hak-hak ekonomi dan sosial masyarakat luas sehingga pemberantasan korupsi sudah memiliki landasan filosofis, yuridis, dan konstitusional serta sosiologis yang kuat, teruji dan terukur untuk menegasikan pemberlakuan asas non-retroaktif terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum diberlakukannya UU nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
Atas dasar uraian di atas maka tidak ada lagi dalih atau pertimbangan apapun untuk menyatakan bahwa keberadaan dan keberlakuan UU tersebut tidak berlaku surut.

Politik Islam

Politik Islam
Politik Islam adalah aktifitas politik yang didasari oleh nilai/prinsip Islam, baik dari titik tolak (starting point),program, agenda, tujuan, sarana dan lainnya harus sesuai dengan petunjuk Islam. Oleh karenanya, di lapangan, politik Islam harus tampil beda dengan politik non Islam. Jika politik konvensional bisa menggunakan cara apa saja untuk mencapai tujuannya, maka politik Islam tidak boleh demikian. Ada variabel lain yang harus diperhatikan, seperti etika Islam, ketentuan hukum Islam dll.

Pada prinsipnya politik Islam bertujuan untuk menggoalkan syari'at Islam sebagai sumber hukum tertinggi dalam tata hukum Nasional. Semua hukum dan peraturan yang berlaku di negeri itu harus mengacu kepada sumber hukum tertinggi (syari'at). Tidak boleh bertentangan dengannya. Jika ada pertentangan, maka peraturan/undang-undang itu batal dengan sendirinya. Politik yang tidak mempunyai misi seperti ini, tidak dapat digolongkan sebagai politik Islam.Sebab, politik bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan. Dan yang diperjuangkan politik Islam, adalah tegaknya kekuasaan Islam yang berfungsi sebagai alat untuk menjalankan syari'at Islam. Karena banyak hukum-hukum syari'at yang tak dapat terlaksana tanpa dukungan kekuasaan. Seluruh ketentuan Hudud (fix penalty) dan ketentuan Pidana Islam secara umum tak dapat dilaksanakan tanpa kekuasaan. Pernikahanpun demikian, keberadaan penguasa sangat dibutuhkan. Dalam hadits disebutkan, Penguasa (sulthan) adalah wali bagi perempuan yang tidak mempunyai wali. Demikian juga dengan aspek hukum lainnya, perdata, dagang, pemerintahan, dll. Soal urgensi kekuasaan tak dapat dipungkiri siapapun yang memahami syari'at Islam secara benar. Contohnya zakat, siapakah yang memiliki otoritas untuk memungut zakat dari kaum aghniya' (orang kaya), kalau bukan penguasa Islam? Selama ini perdebatan di tengah umat, apakah kekuasaan itu bagian Islam yang harus direbut dan diperjuangkan atau ia merupakan proses alamiah yang akan terwujud dengan sendirinya (dengan anugerah Allah Swt), tanpa diupayakan, setelahmana aqidah umat Islam menjadi kuat dan kokoh. Perdebatan itu tak kunjung berakhir, sehingga masing-masing kelompok umat mengambil jalan masing-masing sebagai kelanjutan dari idenya. Ada jama'ah Salafiyah, ada pula Ikhwan Muslimin (Mesir), Masyumi (Indonesia), PAS (Malaysia), Jemaat Islami (Pakistan), dll.
Kelompok Salafi, menolak ikut campur dalam setiap persoalan politik apapun. Mereka fokus melakukan dakwah meluruskan akidah umat dan membasmi apa yang mereka anggap sebagai bid'ah. Bahkan politik adalah bid'ah dalam penilaian mereka. Sementara Ikhwan, Jemaat Islami, PAS dan Masyumi melihat politik adalah bagian dari Islam yang harus diperjuangkan setelah dirampas oleh kekuatan penjajah yang menguasai negeri-negeri Islam. Tapi terlepas dari perbedaan itu, semua umat sepakat akan kewajiban menjalankan hukum Allah, selain mereka yang termasuk kaum sekuler. Persoalan yang juga tak kunjung selesai diperdebatkan, bisakah syari'at diperjuangkan melalui sistem demokrasi yang ada sekarang? Sebagian kalangan umat Islam, seperti Hizbut Tahrir dan lainnya, berpendapat tak perlu ikut dalam pertarungan politik yang diciptakan oleh barat, karena sistem ini adalah permainan belaka, yang tidak menguntungkan perjuangan Islam. Kekuatan sekuler tidak pernah berlaku jujur dalam percaturan politik. Setiap kali kekuatan Islam akan memenangkan pertarungan, mereka akan melakukan apa saja untuk menjegalnya sehingga akhirnya kekuatan politik Islam tidak bakal pernah menuai kemenangan untuk berkuasa. Sebagai bukti, perjuangan politik Islam di Aljazair, kendatipun meraih suara terbesar dalam pemilu, tetapi akhirnya hasil pemilu dibekukan. FIS akhirnya gagal berkuasa. Di Turki, kekuatan politik Islam menang dalam pemilu, tetapi akhirnya militer melakukan intervensi, sehingga pihak Islam gagal berkuasa. Belajar dari pengalaman itu, beberapa kalangan Islam menganggap perjuangan politik dengan jalur demokrasi barat adalah pekerjaan sia-sia yang menghabiskan energi, waktu dan dana. Karena barat dan antek-anteknya tidak akan mendiamkan politik Islam untuk berkuasa. Mereka akan merongrongnya dengan menggunakan tangan militer, bila kekuatan sipil tidak mampu menghambatnya.
Sementara pihak lain menganggap bahwa sistem demokrasi ini masih memberikan celah bagi tegaknya kekuasaan Islam kembali. Oleh karenanya sistem ini harus dimanfaatkan seoptimal mungkin, sebab jika tidak, ia akan dipakai oleh musuh Islam untuk memukul kekuatan Islam.
Di Indonesia, belum pernah kekuatan politik Islam berhasil memegang kekuasaan tertinggi. Masjumi pernah menjadi partai besar meraih 20% suara, dan M.Natsir, tokohnya, menduduki jabatan sebagai Perdana Menteri Pertama RI. Namun perjuangan menegakkan syari'at oleh Masyumi secara all-out hanya sampai pada Piagam Jakarta, yang ujungnya juga gagal dilaksanakan,karena persekongkolan kaum sekuler. Lalu di era reformasi ini, belum kelihatan tanda-tanda penerapan syari'ah, karena perjuangan parpol-parpol Islam juga tampaknya setengah hati. Ada juga yang malu-malu menggunakan kata syari'at, karena takut dicap 'teroris'. Mereka lupa bahwa perjuangan menegakkan syari'at jauh sebelum lahirnya cap 'terorisme'. Dan kendatipun mereka mencari istilah lain (bukan kata 'syari'at'), bukan berarti mereka aman dari kejaran musuh-musuh Islam. Pertarungan antara kubu al-haq dan kubu al-batil tak kunjung berhenti, walaupun dengan merubah jargon-jargon yang sudah ada. Kegagalan dalam memperjuangkan syari'at di tingkat Nasional, memaksa untuk mengalihkan perjuangan ke kawasan yang lebih sempit, pada tingkat kabupaten/kota. Ada sejumlah kabupaten yang berhasil menelurkan perda-perda yang bernuansa syari'at, karena usaha keras dari kepala wilayah setempat dan didukung oleh DPR Daerahnya. Ada kabupaten Bulukumba di Sulsel dan Sumenep di Madura yang secara terang-terangan mengumumkan pelaksanaan Syari'at dalam peraturan daerahnya. Juga ada perda 'syari'ah' di kota Tangerang dan di kota-kota lainnya.Inilah usaha-usaha kecil setelah gagal pada tingkat Nasional. Tapi sayang, jumlah daerah yang menyatakan kesiapannya menjalankan syari'at itu masih terlalu sedikit di banding yang lainnya. Padahal puluhan kabupaten/kota yang pilkadanya dimenangkan partai Islam, baik sebagai orang nomor 1 atau nomor 2. Tetapi mereka tidak mengangkat isu syariat sebagai agenda mereka. Entah apa sebabnya, wallahu a'lam.Mungkin karena pragmatisme tadi, menganggap isu syariat tidak populer lagi.Kegagalan itu disebabkan karena ketidakseriusan parpol Islam dalam berjuang dan lebih memikirkan kepentingan sempit partainya. Artinya dunia lebih mendapat tempat di hati mereka ketimbang idealisme perjuangan. Masyumi dulu mengedepankan idealisme itu daripada pertimbangan politik pragmatis. Itulah yang disebut dengan 'politik Islam'. Sekarang Aceh seharusnya menjadi pilot project bagi perjuangan syari'at. Alangkah indahnya jika seluruh kalangan all-out membenahi penerapan syari'at di Aceh, agar menjadi pemikat bagi daerah lain, mulai dari perangkat hukumnya, sampai menjaga image positif terhadap syari'at. Bahkan tidak hanya parpol, juga ormas Islampun harus ikut bertanggung jawab terhadap pelaksanaan syariat di Aceh. Namun dalam kenyataan, pelaksanaan syari'at di Aceh seperti kurang mendapat dukungan dari parpol Islam sendiri. Parpol sibuk dengan agendanya sendiri seperti pilkada yang menelan energi dan dana, persiapan 2009. Hal itu terjadi di tengah upaya keras sejumlah LSM menggagalkan syariat di Aceh. Media di Aceh menggambarkan syariat di Aceh dengan image yang buruk. Berita-berita miring tentang pelaksanaan syariat dibesar-besarkan. Yang positifnya dipeti-eskan. Masyarakat Aceh haruslah bangkit melawan upaya pihak-pihak yang ingin merongrong syariat di Aceh, apalagi setelah peristiwa Tsunami, di mana cengkeraman asing tampak semakin kuat di Aceh. Dan mereka ini jelas berada di belakang upaya penggagalan pelaksanaan syariat di Aceh. Prilaku orang di jalan-jalan di kota Banda Aceh setelah Tsunami sudah jauh berubah dari waktu sebelum masuknya LSM-LSM asing. Akan kah syariat di Aceh bertahan setelah perubahan kepemimpinan atau malah akan terancam? Hari-hari ke depanlah yang akan menjawabnya. DR. DAUD RASYID

PIDANA DENDA

PIDANA DENDA

I. Pendahuluan
Pidana denda adalah salah satu jenis pidana yang telah lama dan diterima dalam sistem hukum masyarakat bangsa-bangsa di dunia. Walaupun tentu saja pengaturan dan cara penerapan pidana denda tersebut bervariasi sesuai dengan kondisi dan perkembangan masyarakat. Dalam sistem hukum islam maupun hukum adat misalnya, pidana denda juga dikenal walaupun lebih bersifat ganti kerugian. Demikian pula di dunia Barat, pidana denda merupakan pidana yang tertua. Misalnya sampai sekarang di skotlandia, kejaksaan disebut sebagai “ Prosecutor Fiscal” yang menurut sejarahnya, pekerjaan jaksa dahulu di skotlandia ialah memungut uang denda dari terpidana sebagai sumber pendapatan negara.
Menurut Sutherland dan Cressey, pidana denda ini bermula dari hubungan keperdataan. Dikatakan bahwa:” ketika seorang dirugikan oleh orang lain, maka ia boleh menuntut penggantian rugi kerusakan. Jumlahnya tergantung dari besarnya kerugian yang di derita serta posisi sosialnya yang dirugikan itu. Penguasa pun selanjutnya menuntut pula sebagian dari pembayaran itu atau pembayaran tambahan untuk ikut campur tangan pemerintahan dalam pengadilan atau atas tindakan pemerintah terhadap yang membuat gangguan.
Dan dewasa ini kita mengetahui bahwa seluruh pembayaran pidana denda yang dijatuhkan oleh hakim, masuk ke dalam khas negara. Walaupun [pidana denda ini sudah lama dikenal dan diterima dalam sistem pemidanaan berbagai negara, namun pengkajian mengenai pidana denda ini dalam dunia ilmu hukum pidana, khususnya di indonesia masih tergolong “Miskin” sekali. Hal ini mungkin merupakan refleksi dari kenyataan bahwa masyarakat pada umumnya masih mengangggap bahwa pidana denda adalah pidana yang piling ringan.

II. Pembahasan

1. Tujuan denda dan tujuan pemidanaan.
Hukum pidana adalah hukum sanksi, sebab dengan bertumpu pada sanksi itulah hukum pidana di fungsikan untuk menjamin keamanan, ketertiban, dan keadilan. dalam hal ini Simons mengatakan bahwa stelsel pidana merupkan bagian terpenting dari KUHP. Lebih jauh lagi Koesnoen S.H. mengemukakan bahwa kedudukan pidana sangat penting dalam politik kriminal, lebih penting dari hukum dari hukum pidana nya sendiri.
Pidana denda adalah salah satu jenis pidana dalam stelsel pidana pada umumnya. Apabila obyek dari pidana penjara dan kurungan adalah kemerdekaan orang dan obyek pidana mati adalah jiwa orang maka obyek dari pidana denda adalah harta benda si terpidana. Harta benda yang manakah yang di maksudkan?
Apabila kita perhatikan bunyi ketentuan KUHP maupun UU lain maka jelaslah bahwa harta benda yang dimaksudkan adalah dalam bentuk uang dan bukan dalam bentuk natura atau barang, baik bergerak maupun tidak bergerak.
Sebagai salah satu jenis pidana denda , tentu saja pidana denda bukan dimaksudkan sekedar untuk tujuan-tujuan ekonomis misalnya untuk sekedar menambah pemasukan keuangan negara, melainkan harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan pemidanaan. Pengaturan dan penerapan pidana denda baik dalam tahap legislatif (pembuatan undang-undang) tahap yudikatif (penerapannya oleh hakim), maupun tahap pelaksanaannya oleh komponen peradilan pidana yang berwenang (eksekutif) harus dilakukan sedemikian rupa sehingga efektif dalam mencapai tujuan pemidanaan. Oleh karena itu pidana denda senantiasa dikaitkan dengan pencapaian tujuan pemidanaan.
Dalam doktrin ilmu hukum pidana, telah berkembang berbagai teori pemidanaan dengan segala variasinya. Tetapi bertolak dari pendapat Herbert L. packer, dapat dikatakan bahwa hanya ada dua tujuan pokok dari suatu pemidanaan yaitu sebagai pembalasan (Retributif) dan untuk pencegahan kejahatan (Prevention).dalam hal tujuan pemidanaan untuk pencegahan kejahatan tersebut, dapat pula dibedakan atas pencegahan khusus dan pencegahan umum yang memerlukan pembahasan tersendiri.
Dalam rancangan KUHP nasional yang baru, para pembaharu KUHP telah menetapkan secara eksplisit tentang tujuan pemidanaan di dalam buku I pasal 51, yaitu:
 mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat;
 memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikannya orang yang baik dan berguna;
 menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat;
 membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Dalam ayat (2) pasal tersebut dikatakan bahwa: “pemidanaan tidak bertujuan menderita kan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia”.
Sebagai catatan dapat dikemukakan bahwa:
 Rancangan KUHP menitik beratkan tujuan pemidanaan sebagai pencegahan bukan pembalasan (penderitaan)
 Pemidanaan menurut rancangan KUHP tidak dimaksudkan pula sebagai suatu ”pencelaan” (oleh masyarakat) atas perbuatan kejahatan yang telah dilakukan,
Dengan demikian bila rancangan tersebut kelak dijadikan sebagai KUHP, maka pidana yang diterapkan harus dapat memenuhi tujuan pemidanaan diatas dan perlu ditegaskan bahwa pidana denda tidak dimaksudkan untuk menambah income negara atau untuk membiayai administrasi peradilan. Hanya saja sulit dibayangkan bagaimana suatu pidana denda yang dijatuhkan dapat berfungsi sebagai suatu “deterrence” tanpa sifat penderitaan yang melekat pada pidana denda tersebut.
Selanjutnya efektifitas suatu pemidanaan tergantung pada suatu jalinan mata rantai tahap-tahap atau proses sebagai berikut:
 Tahap penetapan pidana (denda) oleh pembuat undang-undang,
 Tahap pemberian atau penjatuhan pidana (denda) oleh pengadilan, dan
 Tahap pelaksanaan pidana (denda) oleh aparat yang berwenang.
Tetapi di samping faktor-faktor diatas, efektifitas pidana denda itu sangat tergantung pula pada pandangan dan penilaian masyarakat terhadap pidana denda. Apabila masyarakat masih melihat pidana denda sebagai hal yang kurang memenuhi rasa keadilan maka pidana denda tidak berhasil guna mencapai tujuan pemidanaan.
2. Faktor-faktor yang mendorong kecenderungan memperluas penggunaan pidana denda.
Apabila kita perhatikan perkembangan hukum pidana dewasa ini di indonesia, terutama hukum pidana khusus maupun ketentuan-ketentuan pidana dalam berbagai perundang-undangan lainnya, terdapat suatu kecenderungan memperluas penggunaan pidana perampasan kemerdekaan. Caranya baik dengan meningkatkan jumlah pidana denda maksimum yang diancamkan, kemungkinan komulasi pidana penjara atau kurungan denda (yang dimungkinkan dalam KUHP), maupun dengan mengancamkan pidana denda secara mandiri .sebagaimana tercantum misalnya dalam UU Drtr No.7 tahun 1955 tentang tindak pidana ekonomi yang masih berlaku sampai saat ini.
Kecenderungan-kecenderungan tersebut tentu saja di dorong oleh berbagai faktor dan situasi yang memerlukan penelitian yang lebih luas dalam kerangka mempelajari permasalahan pidana pokok ini. Namun berbagi literatur dan hasil penelitian Tim pengkajian hukum tentang penerapan pidana denda, dapat dikemukakan beberapa faktor pendorong meningkatkan dan berkembangnya pidana denda. Y.E. Lokollo, mengemukakan bahwa penyebab perkembangan pidana denda antara lain disebabkan oleh membaik nya secara tajam tingkat kemampuan finansial dan kesejahteraan masyarakat di bidang materi. Sebagai akibat membaik nya tingkat kesejahteraan masyarakat membawa akibat terhadap perubahan watak( karakter) dari kriminalitas.
Selanjutnya perkembangan pidana denda ini di dorong pula oleh perkembangan delik-delik khusus dalam masyarakat dibidang perekonomian yang erat pula kaitannya dengan apa yang disebut sebagai “white collar crime” dan “profesional crime”, yang dapat menghasilkan keuntungan materiil dalam jumlah yang besar. Apabila si pelaku hanya dikenakan pidana penjara, maka ia masih mempunyai kemungkinan untuk menikmati hasil kejahatan tersebut. dalam hal inilah pidana dapat didayagunakan untuk mengejar kekayaan hasil dari tindak pidana yang dilakukan terpidana. Tentu saja untuk maksud ini harus didukung oleh sarana-sarana untuk melaksanakan keputusan pidana denda yang dijatuhkan oleh hakim.
Faktor ini erat kaitannya dengan perkembangan dalam pidana yang menyangkut subyek hukum dalam hukum pidana. Dimana dalam KUHP sekarang pada dasarnya hanya orang yang dapat menjadi subyek hukum pidana. Dalam “ memory van toelichting” pasal 51 Nederlandache W.v.S (pasal 59 KUHP) dikatakan: “suatu strafbaarfeit hanya dapat diwujudkan oleh manusia, dan fiksi tentang badan hukum tidak berlaku di bidang hukum pidana”. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya tidak dapat dihindarkan lagi kemungkinan badan hukum (korporasi)melakukan tindak pidana dan tanggung jawab tidak terlepas dari pertanggungjawaban pihak pengurusnya.
Namun faktor yang tidak kalah pentingnya adalah semakin tidak disukainya pidana penjara atau kurungan, karena dinilai seringkali tidak efektif terutama bagi tindak pidana tertentu seperti tindak pidana ekonomi maupun narkotika. Kurang disukainya pidana penjara ini juga bertolak dari susut pandang “Cost and benefit” yang berkaitan dengan masalah efisiensi. Semakin banyak penghuni penjara berarti semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan oleh negara, sedang uang negara berarti uang rakyat juga. Jumlah biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan output yang diperoleh dari pidana perampasan kemerdekaan itu.

3. Efektifitas penerapan pidana denda.
Perkembangan untuk memperluas penggunaan pidana denda dengan meningkatkan jumlah ancaman pidana denda saja ternyata belum mencukupi untuk meningkatkan efektifitas pidana denda. Diperlukan suatu kebijakan yang menyeluruh bauk dalam bidang legislatif, yudikatif, maupun eksekutif. Menurut Muladi dan Barda Nawawi arief, dalam pelaksanaan pidana denda perlu dipertimbangkan antara lain mengenai:
a. sistem penerapan jumlah atau besarnya pidana.
b. Batas waktu pelaksanaan pembayaran denda.
c. Tindakan-tindakan paksaan yang diharapkan dapat menjamin terlaksananya pembayaran denda dalam hal terpidana tidak dapat membayar dalam batas waktu yang telah ditetapkan.
d. Pelaksanaan pidana dalam hal-hal khusus(misalnya terhadap seorang anak yang belum dewasa atau belum bekerja dan masih dalam tanggungan orang tua).
e. Pedoman atau kriteria untuk menjatuhkan pidana denda.
Pidana denda obyeknya adalah harta benda yang berbentuk uang, hal ini dapat dilihat dalam ketentuan KUHP. Berdasarkan “laporan pengkajian hukum tentang penerapan pidana Denda Dep.Keh.RI”, ternyata bahwa pidana denda sejauh ini dirasakan belum memenuhi tujuan pemidanaan, disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
a. Dapat digantikan nya pelaksanaan denda oleh bukan pelaku, menyebabkan rasa dipidananya pelaku menjadi hilang.
b. Nilai ancaman pidana denda di rasakan terlampau terlalu rendah, sehingga tidak sesuai dengan keselarasan antara tujuan pemidanaan dengan rasa keadilan dalam masyarakat.
c. Meskipun terdapat ancaman pidana yang tinggi dalam aturan pidana diluar KUHP, akan tetapi belum dapat mengikuti cepatnya perkembangan nilai mata uang dalam masyarakat.
Namun terlepas dari hal diatas, jenis pidana denda ini memberikan banyak segi-segi keadilan, antara lain:
a. Pembayaran denda mudah dilaksanakan dan dapat di revisi apabila ada kesalahan, dibanding dengan jenis hukuman lainnya.
b. Pidana denda adalah hukuman yang menguntungkan pemerintah karena pemerintah tidak banyak mengeluarkan biaya, bila tanpa disertai kurungan subsider.
c. Hukuman denda tidak membawa atau tidak mengakibatkan tercela nya nama baik atau kehormatan seperti yang dialami terpidana penjara.
d. Pidana denda akan membuat lega dunia perikemanusiaan.
e. Hukuman denda akan menjadi penghasilan bagi daerah atau kota.
4. Suatu tinjauan terhadap pola pidana denda dalam hukum pidana positif indonesia dan dalam RKUHP.
Apabila di bandingkan dengan sistem pemidanaan di negara belanda, maka dapat di katakan bahwa pola pemidanaan denda di indonesia hanya mengenal pidana denda yang dikenakan oleh pengadilan. Sedangkan belanda Belanda mengenal sanksi-sanksi ekstra pengadilan yang dapat melakukan transaksi denda yang harus dibayar agar suatu kasus tidak diteruskan kepengadilan .M.L.Hc.Hulsman mengemukakan, bahwa sanksi-sanksi ekstra yuridis tersebut adalah:
a. transaksi polisi,
b. transaksi dengan kantor kejaksaan,
c. pembebasan bersyarat, apabila telah dilakukan penuntutan.
Untuk melihat bagaimana kedudukan dan pola pidana denda dalam hukum pidana positif indonesia, maka pertama-tama kita bertolak dari ketentuan pasal 10 KUHP, yang menyatakan bahwa:
1. pidana pokok, terdiri dari:
a. pidana mati
b. pidana penjara
c. pidana kurungan
d. pidana denda
e. pidana tutupan (yang di tambahkan berdasarkan Undang-Undang No. 20 1946).
2. pidana tambahan, terdiri atas:
a. pencabutan hak-hak tertentu
b. perampasan barang-barang tertentu
c. pengumuman keputusan hakim.
Berdasarkan urutan pidana pokok tersebut, terkesan bahwa pidana denda adalah pidana pokok yang paling ringan. Walaupun tidak ada ketentuan yang dengan tegas menyatakan demikian. Berbeda dengan Rancangan KUHP pada pasal 58 ayat (2) yang tegas-tegas menyatakan bahwa:” urutan pidana pokok diatas menentukan berat ringan nya pidana”.
Pidana denda dalam KUHP diancam terhadap seluruh tindak pidana pelanggaran (dalam buku III KUHP) dan juga terhadap tindak pidana kejahatan (dalam buku II KUHP), tetapi kejahatan-kejahatan ringan dan kejahatan yang dilakukan dengan tidak sengaja. Kebanyakan pidana denda itu diancamkan sebagai alternatif dari pidana kurungan atau penjara. Muladi dan Barda nawawi mengemukakan bahwa “sedikit sekali” tindak pidana yang hanya diancam dengan pidana denda: untuk kejahatan dalam buku II hanya terdapat dalam satu delik, yaitu dalam pasal 403, sedangkan untuk pelanggaran buku III hanya terdapat dalam 40 pasal dari keseluruhan pasal-pasal tentang pelanggaran.
Sistem KUHP tidak mengenal batas maksimal umum pidana denda, melainkan hanya batas maksimum khusus dalam pasal-pasalnya. Sebaliknya dalam KUHP ditentukan batas minimum umum pidana denda, yaitu sebesar dua puluh lima sen (250,-). Bila ditelusuri maka jumlah pidana denda paling tinggi dalam KUHP adalah sebesar Rp 150.000,- sebagai man diancamkan dalam pasal 251 dan 403, sedangkan untuk pelanggaran (bukuIII) pidana denda paling tinggi adalah Rp 75.000,- yang terdapat dalam pasal 568 dan 569.
5. pola pidana denda dalam rancangan KUHP (RKUHP).

III. Kesimpulan
Pidana denda adalah salah satu jenis pidana yang telah lama dan diterima dalam sistem hukum masyarakat bangsa-bangsa di dunia. Tetapi walaupun sudah lama di kenal tapi pidana denda di indonesia ini masih tergolong “Miskin”, hal ini di mungkin merupakan refleksi dari kenyataan bahwa masyarakat pada umumnya masih menganggap bahwa pidana denda adalah pidana yang paling ringan.
Pidana denda adalah salah satu jenis pidana dalam stelsel pidana pada umumnya. Apabila obyek dari pidana penjara dan kurungan adalah kemerdekaan orang dan obyek pidana mati adalah jiwa orang maka obyek dari pidana denda adalah harta benda si terpidana.
pidana denda bukan dimaksudkan sekedar untuk tujuan-tujuan ekonomis misalnya untuk sekedar menambah pemasukan keuangan negara, melainkan harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan pemidanaan. Pengaturan dan penerapan pidana denda baik dalam tahap legislatif (pembuatan undang-undang) tahap yudikatif (penerapannya oleh hakim), maupun tahap pelaksanaannya oleh komponen peradilan pidana yang berwenang (eksekutif) harus dilakukan sedemikian rupa sehingga efektif dalam mencapai tujuan pemidanaan.

IV. Penutup
Demikianlah makalah ini saya buat, pasti banyak kesalahan dan kekurangannya. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.










DAFTAR PUSTAKA

Lokman, loebby, Pengkajian Hukum Tentang Penerapan Pidana Denda. Jakarta, BPHN Dep.Keh.RI, 1992
M. Hamdan,”Politik Hukum Pidana” Jakarta PT Raja Grafindo Persada, 1974
Muladi dan Barda Nawawi A. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni. 1992
Soedjono D, “Sistem Peradilan Pidana Dalam Perspektif Perbandingan Hukum” Jakarta, Rajawali Press. 1984
Sutherland, Cressey. The Control Crime: Hukuman Dalam Perkembangan Hukum Pidana, Bandung: Tarsito. 1974

 
Powered by Blogger